Dulu Cuek Terhadap Serikat, Kini Menjadi Dekat

Jakarta, KPonline – Hiruk pikuk demo mewarnai suasana siang itu di gedung Grahadi Surabaya. Beberapa mobil komando yang mengawal aksi demo berjejer di depan istana para birokrat tersebut. Diatas mobil komando telah berdiri para korlap, berorasi menyampaikan aspirasi.

Massa aksi yang ikut aksi demo berdiri di depan dan di belakang mobil komando sambil berteriak dengan semangat mengikuti teriakan para orator. Sementara itu, polisi berjaga di setiap sudut Grahadi.

Bacaan Lainnya

Itulah suasana demo buruh yang berlangsung di depan Gedung Grahadi untuk menuntut upah layak. Aku salah satu diantara pendemo.

Keikutsertaanku dalam aksi demonstrasi bukan tanpa proses. Tahun 2006, ketika mulai bekerja di sebuah pabrik yang terletak di Ngoro Industri, tidak pernah terpikir olehku untuk menjadi anggota serikat pekerja. Apalagi sampai ikut demonstrasi segala.

Bagiku, yang terpenting bagi pekerja adalah bekerja giat. Mengabdi pada perusahaan dengan sepenuh hati dan manut pada titah atasan. Jangan banyak membantah.

Karena itulah, ketika beberapa teman mengajakku ikut menjadi anggota FSPMI yang sudah berdiri di perusahaan tempatku bekerja aku menolak. Aku berpikir, dengan menjadi anggota serikat pekerja, akan menjadi masalah dalam pekerjaanku.

Tetapi pikiranku berubah 3 tahun kemudian. Ketika itu situasi di perusahaan sedang tidak kondusif. Orderan lagi sepi dan banyak karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja keluar tanpa mendapat tali asih sepesersen pun. Banyak buruh yang tidak diperpanjang kontraknya tanpa alasan yang jelas.

Suasana itu membuatku takut. Bisa jadi akan tiba giliranku untuk dipecat. Pada saat itulah, aku memutuskan untuk ikut bergabung menjadi anggota FSPMI.

Awal bergabung menjadi anggota FSPMI, aku menjadi anggota yang pasif. Hampir tidak pernah ikut kegiatan serikat.

Ketika diajak demo oleh pengurus, aku ogah-ogahan. Ada saja alasan agar bisa menolak untuk ikut serta. Repot lah. Keperluan keluarga lah. Banyak alasan yang bisa saya buat. Padahal alasan sebenarnya karena muales. Apalagi jika habis kerja shift malam. Alasan yang memang masuk akal menurutku saat itu. “Sudahlah capek kerja, masih capek dikerjain serikat,” batinku.

Situasi ini berlangsung hingga tahun 2012 awal.

Awal tahun 2012, pengurus FSPMI di tempatku bekerja mulai mengajak ngopi bareng dengan disisipi pembicaraan tentang isu-isu perburuhan. Mereka mengajakku ikut pertemuan dan meeting di kantor FSPMI. Akhirnya sedikit demi sedikit pemikiranku tentang serikat pekerja mulai berubah. Dari yang mulai cuek dan ogah-ogahan kalau bahas tentang isu buruh, akhirnya mulai sedikit antusias. Pengurus PUK juga mengajakku ikut pendidikan yang diselenggarakan oleh FSPMI.

Ketika diselenggarakan Musnik, aku diberi amanat masuk dalam jajaran pengurus PUK. Mau tidak mau, kini aku harus harus ikut kegiatan yang diselenggarakan organisasi. Seperti saat ini, ketika aku ikut dalam aksi di Gedung Grahadi.

Banyak sekali tantangan dan hambatan selama menjadi pengurus serikat. Pengalamanku pernah menjadi anggota yang pasif, aku menjadi tahu, bahwa tugas pengurus adalah terus-menerus memberikan pemahaman kepada anggota tentang pentingnya terlibat dalam kegiatan berserikat. Bahwa partisipasi adalah kunci perubahan.

Hal lain yang tak kalah penting adalah memberi pemahaman kepada keluarga, baik istri maupun orang tua, tentang pentingnya menjadi bagian dari serikat pekerja.

Terus terang memang yang paling sulit itu menghadapi dan memberi pemahaman kepada keluarga. Pada awalnya, keikutsertaanku dalam serikat ditentang habis-habisan oleh orang tua. Pemikiran mereka juga sederhana seperti pemikiranku dulu. Kerja itu yang giat, yang manut sama atasan, jangan sering tidak masuk kerja biar awet kerjanya. Pada awalnya, aku juga hanya bisa mengangguk-angguk mendengarkan petuah mereka tanpa bisa memberikan alasanku ikut serikat pekerja.

Apalagi ketika mereka tahu aku sering ikut demonstrasi, bertambah nyaringlah suara mereka dalam memberikan ‘tutur tinular’ ke anaknya tercinta ini.

Tapi alhamdulillah, seiring dengan waktu dan juga karena aku sedikit-sedikit dapat memberikan alasanku ke mereka, akhirnya mereka hanya bisa menasehati agar aku hati-hati dalam melangkah dan hati-hati dalam setiap tindakan yang aku lakukan. Walaupun sampai sekarang mereka sangat tidak suka kalau melihat demonstrasi yang sering mereka tonton di televisi yang notabene sering dilakoni anaknya ini.

Memberi pemahaman ke istri lebih mudah daripada memberi pemahaman ke orang tua, meskipun istri masih sering protes juga kalau sering ditinggalin karena kegiatan serikat pekerja. Tapi intinya itulah tantangan karena memang aku kita sudah berkomitmen untuk njebur langsung dalam setiap kegiatan serikat pekerja. Mau tidak mau memang ada satu sisi yang harus kita korbanin dan kita relakan, entah itu berkorban waktu dengan keluarga,berkorban materi,berkorban waktu bersosial dengan tetangga sekitar dan entah apalagi. Di satu sisi, banyak sekali manfaat yang aku dapatkan selama aktif di organisasi ini, baik berupa ilmu, cara pandang dalam menghadapi orang banyak, bertambah teman dan saudara dan masih banyak lagi manfaat yang aku peroleh.

Pergerakan di serikat membawa banyak perubahan. Tidak hanya terkait upah, tetapi juga tentang jaminan sosial hingga kondisi kerja yang layak. Satu hal yang membuatku bersyukur, bahwa apa yang aku lakukan memberikan manfaat bagi banyak orang.

Tentang Penulis:
Arief Catur Wicaksono lahir di Surabaya pada tanggal 27 April 1981. Dia Mulai bergabung di PUK SPL FSPMI PT HP METALS INDONESIA pada tahun 2009 dan sekarang menjabat sebagai Sekretaris untuk periode 2014 – 2017.

==========
Tulisan ini merupakan hasil praktek pelatihan menulis yang diselenggarakan PUK SPAMK FSPMI PT SAI di Mojokerto. Jika organisasi (PUK/PC/KC) di wilayah anda membutuhkan jasa pelatihan menulis, hubungi redaksi KPonline pada email: koranperdjoeangan@gmail.com. Kami akan dengan senang hati untuk berbagi dan belajar bersama. Baca juga tulisan menarik lainnya dari Peserta Pelatihan Menulis.

Pos terkait