Dilema Security Outsourcing

Batam, KPonline – Memiliki tugas berat, tidak menjadi jaminan bahwa gaji lebih tinggi. Ini setidaknya yang dialami oleh petugas satuan pengamanan atau security di Batam. Apalagi, jika mereka hanya berstatus sebagai karyawan outsourcing. Tenaga mereka diperas, tetapi bayaran yang mereka terima tidak sebanding dengan tenaganya.

Dengan menggunakan tenaga kerja outsourcing, perusahaan diuntungkan. Mereka tidak perlu susah payah merekrut dan melatih si tenaga kerja. Efisiensi bisa dilakukan. Apalagi penggunaan outsourcing memungkinkan si karyawan bisa dipecat kapan saja. Jika perusahaan untung, lain halnya dengan karyawan. Buntung.

Bagi pekerja, praktik outsourcing ibarat perbudakan di zaman modern. Tenaga mereka dibayar dengan upah yang lebih rendah dari tenaga kerja tetap, pun kesejahteraan tidak terjamin. Terakhir, status sebagai pegawai juga tidak jelas. Padahal mereka sudah habis-habisan diperas oleh perusahaan yang menggaji mereka.

Undang-undang memang memperbolehkan jasa pengamanan sebagai karyawan outsourcing. Ini, semakin menambah berat penderitaan para petugas keamanan ini. Dalam kaitan dengan itu, semestinya Undang-undang tidak boleh diskriminasi. Diperlukan komitment lebih besar untuk menghapuskan outsourcing secara total.

Seperti di utarakan oleh Herman, salah satu petugas keamanan di sebuah perusahaan multinasional yang sudah lebih enam tahun mengabdikan diri di perusahaan tersebut. Selama ini gaji yang ia peroleh selalu di bawah UMK. Tapi dia tidak punya pilihan lain.

“Setiap tahun gaji saya dan teman-teman selalu telat menyesuaikan dengan UMK baru. Misalnya sekarang inilah. Disaat buruh setingkat operator sudah menikmati UMK baru, gaji kami masih memakai UMK tahun lalu,” katanya.

Pernah satu ketika Herman menanyakan hal itu kepada atasannya. Tetapi jawabannya selalu sama dari waktu ke waktu. Kalau tidak terima, ya sudah. Keluar saja!

Herman mengaku setiap hari ia bekerja selama dua belas jam dengan empat hari kerja. Dengan pembagian jam kerja, dua hari masuk pagi, dua hari masuk malam dan dua hari libur. Tidak sedikit dari mereka yang ketika berjaga di malam hari hanya disediakan sebuah kursi plastik di emperan ruko yang di sulap menjadi sebuah Bank Perkreditan. Sementara mereka harus berhadapan dengan terpaan angin, panas, dan hujan sepanjang malam.

Di Batam, tercatat ada puluhan perusahaan jasa keamanan yang memiliki ratusan hingga ribuan petugas keamanan. Dengan modal yang sedikit, dan dengan ketersediaan tenaga satpam saja plus kong-kalikong dengan pemilik perusahaan atau HRD, para pemilik perusahaan jasa keamanan ini senang dan bahagia. Berbanding terbalik dengan nasib petugas satpamnya yang kadang mereka tidak di sediakan tempat yang layak untuk pekerjaan yang di embannya

Mengenai kinerja satpam outsourcing, Herman mengakui bahwa menjadi hal yang logis ketika petugas satpam yang mengetahui bahwa hak-haknya tidak diakomodasi secara menyeluruh oleh perusahaan, ditambah lagi tidak adanya perlindungan kerja yang pantas, menyebabkan orang tersebut menjadi tidak merasa perlu untuk bekerja secara optimal. Terlebih jika memang diterapkan ketentuan bahwa prestasi kerja mereka tidak akan dipertimbangkan untuk kenaikan posisi atau kenaikan upah.

Meskipun demikian, Herman tidak setuju dengan anggapan seperti itu. Ia akan bekerja seprofesional mungkin meski statusnya sebagai tenaga outsourcing.  Entah sampai kapan, perusahaan memperhatikan kesejahteraannya. (*)