Cerita Penangkapan Jarot Supratman

Mereka sedang berjuang, menuntut pemerintah mencabut PP No. 78 Tahun 2015.
Mereka sedang berjuang, menuntut pemerintah mencabut PP No. 78 Tahun 2015.

Jakarta, KPonline – Ketika gas air mata ditembakkan, Jarot Supratman bersama massa aksi yang lain segera bergerak mundur ke belakang untuk membubarkan diri. Dia berjalan di samping mobil komando FSPMI Bekasi yang saat itu posisinya berada di Jalan Medan Merdeka Barat, tidak jauh dari Gedung RRI.

Jarot berjalan ke arah Patung Kuda, membelakangi Istana Negara. Tiba-tiba, ada satu orang memitingnya dari belakang. Jarot dijambak. Punggung dan kepalanya dipukul. Keras sekali.

Bacaan Lainnya

“Jangan melawan!” Kata orang itu.

Mendapat serangan mendadak, Jarot tidak melawan. Ia pasrah. Apalagi, dari atas mobil komando terus diingatkan agar massa aksi tidak anarkis dan melakukan perlawanan.

Setelah ditangkap, Jarot dibawa menuju truck. Dia didorong masuk kedalam truck yang gelap, bau, dan pengap. Sudah di dalam pun, Jarot masih sempat dipukul dari luar melalui jendela truck. Setelah itu, dia disemprot. Semprotan itu bukan air biasa. Matanya perih dan nafasnya sesak.

Jarot tidak tahu, atas salah apa dirinya diperlakukan seperti itu. Dijambak, dipukul, dan diperlakukan tidak manusiawi. Jarot tidak melakukan pengrusakan. Tidak melakukan perbuatan yang membahayakan dan mengancam nyawa orang.

* * *

Derita yang dialaminya tidak selesai sampai disitu.

Di Polda Metro Jaya, menjelang tengah malam, dia di BAP. Proses BAP itu selesai kisaran pukul 3.00 pagi. Saat itu, statusnya adalah tersangka. Tetapi Jarot tidak bersedia menandatangani BAP. Kemudian, ketika kembali diperiksa sebagai saksi, dia bersedia tanda tangan. Setelah itu, kembali diperiksa sebagai tersangka. Sekali lagi, dia menolak untuk tanda tangan, dan akhirnya diminta menandatangani berita acara penolakan BAP.

Tanggal 30 Oktober 2015 itu, sebenarnya Jarot baru pulang kerja malam, shift 3. Pagi itu, dia tidak sempat pulang ke rumah. Pukul 7.00 pagi, dari tempatnya bekerja, dia menuju Omah Buruh. Dari sanalah Jarot berangkat ke Jakarta, bersama dengan rombongan massa aksi dari Bekasi.

Setelah semalaman bekerja, seharian di jalanan mengikuti aksi, kemudian ditangkap dan langsung di BAP hingga pagi, benar-benar menguras tenaga. Apalagi, saat di BAP, bajunya basah kuyup karena tersiram water canon. Malam itu, dia menggigil kedinginan. Belum lagi lapar dan lelah yang mendera.

Senin, 21 Maret 2016, Jarot akan menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Melihat bagaimana dia ditangkap, kita tahu, Jarot bukan penjahat. Apa yang dilakukannya bukan tindakan kriminal. Karena, saat itu, dia sedang menyampaikan aspirasinya agar pemerintah mencabut PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Cita-citanya mulia.

Pertanyaannya, apakah kita akan tinggal diam melihat demokrasi yang kita perjuangkan terancam? Ketika kebebasan menyatakan pendapat sedang dihambat? (*)

Pos terkait