Buruh Siapkan Perlawanan Terhadap Tax Amnesty

Jakarta, KPonline – Rabu (31/08) ratusan buruh dari Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi, Tangerang, dan Serang melakukan aksi di Mahkamah Konstitusi untuk mengawal sidang perdana judicial review UU Pengampunan Pajak. Dalam aksi ini, buruh meminta kepada para hakim Mahkamah Konstitusi untuk mengabulkan gugatan buruh, yaitu mencabut dan menyatakan tidak berlaku UU Pengampunan Pajak.

Adapun pasal yang digugat adalah Pasal 1, 3, 4, 21, 22, 23, 24 UU Pengampunan Pajak yang kesemuanya bertentangan dengan Pasal 23, 23A UUD 1945. Pajak adalah kewajiban yang bersifat memaksa, bukan pengampunan.

Bacaan Lainnya

Selain itu, dalam Pasal 27 UUD 1945 dinyatakan, setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama dalam hukum. Tetapi tax amnesty memposisikan korporasi dan pemilik modal yang ngemplang pajak tidak sama kedudukan hukumnya dengan buruh dan rakyat yang selalu taat bayar pajak, dan kalau telat bayar maka didenda.

Selain itu, UU Pengampunan Pajak bertentangan dengan Pasal 34 UUD 1945 yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Dalam Pasal 21, 22, 23, dan 24 UU Pengampunan Pajak, orang yang mengungkap kebenaran tentang pengemplang pajak akan dipidana 5 tahun dan dengan sistem tertutup, dimana data pengemplang pajak dan besaran dendanya tidak boleh dibuka ke publik. Hal ini rawan korupsi dan melanggar UU Keterbukaan Informasi Publik serta prinsip-prinsip “good corporate governance”.

Ada beberapa argumentasi yang disampaikan buruh ketika menolak UU Pengampunan Pajak.

Pertama, menciderai rasa keadilan. Buruh dan rakyat yang taat bayar pajak dikejar-kejar dan ditakuti melalui denda besar jika pajaknya tidak dibayar, sedangkan pengemplang pajak diampuni.

Kedua, pemerintah menekan buruh dengan upah murah melalui PP No 78 Tahun 2015. Selain itu, buruh masih tetap memiliki kewajiban membayar pajak. Tapi pengemplang pajak malah dikasih tax amnesty.

Ketiga, sampai bulan ini, jumlah denda tax amnesty masih kurang dari 2% jauh dari target Rp 165 T dan itupun bukan mayoritas dari repatriasi. Itu berarti, UU Pengampunan Pajak ini sudah gagal. Dari semula yang tujuannya menarik dana repatriasi Rp 3.000 – Rp 11.000 Triliun dari luar negeri, tapi malah menyisir remeh temeh pajak masyarakat dalam negeri.

Keempat, melanggar HAM, karena orang yang mengungkapkan kebenaran data pengemplang pajak malah dipidana hingga 5 tahun.

Kelima, hukum telah dibarter dengan uang. Seharusnya pengemplang pajak dipaksa untuk membayar, bukan malah diampuni.

Keenam, UU Pengampunan Pajak merupakan pintu masuk dana “haram dan ilegal” hasil korupsi, traficking, narkoba, karena tax amnesty tidak memerlukan kejelasan sumber dana.

Presiden KSPI Said Iqbal menyampaikan, apabila suara buruh tidak didengar, sekitar 50 ribu buruh akan melakukan aksi besar-besaran secara serempak pada 27 September 2016 di 20 Propinsi, 150 kab/kota di Indonesia. Aksi akan dipusatkan di Istana Negara, Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, dan kantor-kantor Gubernur/Bupati menuntut cabut UU Pengampunan Pajak dan cabut PP No 78 Tahun 2015. (*)

Pos terkait