Buruh Cianjur Tuntut UMK Naik 20 Persen

Cianjur, KPonline – Serikat buruh di Kabupaten Cianjur mendesak agar Pemerintah Kabupaten Cianjur mengabaikan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 dan menuntut Upah Minimum Kabupaten Cianjur naik 20 persen dari sebelumnya. Hal ini disampaikan ratusan buruh yang mendatangi Gedung DPRD Kabupaten Cianjur, di Jalan Abdullah Bin Nuh, Rabu 2 November 2016 sekira pukul 14.00 siang. Dalam orasinya, tiap perwakilan menyampaikan tuntutan agar Pemkab Cianjur tidak mengikuti perintah dari pemerintah pusat dan tidak berpatokan pada penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP).

Para buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dan Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (FSP-RTMM) Kabupaten Cianjur mengungkapkan, jika pemkab menerapkan UMK 2017 berdasarkan PP Nomor 78, hal itu tak berpengaruh pada kesejahteraan buruh. Mereka menuntut Pemkab menggunakan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) untuk menentukan besaran UMK 2017.

Bacaan Lainnya

Ketua FSPMI Cianjur, Asep Malik menyatakan, jika UMK 2017 seturut dengan UMP yang naiknya hanya 8,25 persen, pendapatan buruh hanya naik Rp 100.000 dari sebelumnya.

Padahal, UMK 2016 Cianjur hanya Rp 1.837.520, naik 11,5 persen dari UMK 2015 lalu sebesar Rp 1.648.000. FSPMI mendesak peningkatan persentase upah buruh tiap tahunnya mengingat kebutuhan tiap tahun terus meningkat.

”Kalau naiknya sama dengan Jabar, berarti hanya Rp 100.000. Itu tidak seimbang dan belum cukup dibandingkan dengan ekonomi saat ini yang semua kebutuhan serba mahal,” ucapnya.

Kenaikan UMK mencapai 20 persen dianggap wajar, kata dia. Mengingat KHL kini mencapai angka Rp 2,2 juta. Buruh mendorong agar Pemkab mengacu pada KHL sebelum menetapkan besaran upah.

”Kami meminta naik di atas 20 persen dan itu sudah sesuai KHL. Kalau ikut UMP, tidak berpengaruh apa-apa pada buruh,” ujarnya.

Dari ratusan buruh yang datang, puluhan di antaranya diajak untuk melakukan audiensi. Turut hadir Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kabupaten Cianjur, Sumitra.

Usai audiensi, Ketua DPRD Kabupaten Cianjur Yadi Mulyadi menuturkan, buruh harus duduk bersama dengan pemilik perusahaan guna menjalin kesepakatan dan menyiasati aturan kenaikan upah yang sudah diatur pemerintah pusat tentang pengupahan. Pemkab Cianjurtak bisa begitu saja mengabaikan aturan yang posisinya lebih tinggi dan berasal dari pusat.

”Kami tidak bisa mengabaikan peraturan dari pusat, maka itu harus dibuat kesepakatan antara buruh dan perusahaan. Tidak dari satu pihak, supaya kedua pihak nyaman dan juga menjaga iklim investasi di Cianjur. Kesejahteraan buruh meningkat dan perusahaan pun tidak merasa diberatkan,” tuturnya di Ruang Rapat Gabungan DPRD Cianjur.

Tuntutan kenaikan upah 20 persen, menurut Kepala Dinsosnakertrans Cianjur Sumitra, adalah hal yang wajar. Kendati demikian, Dinas tak bisa dengan mudah menentukan kebijakan apalagi harus berbenturan dengan peraturan pusat. (*)

Sumber: Pikiran Rakyat

Pos terkait