Ahok Aktif. Mungkinkah Berujung Hak Angket?

Jakarta, KPonline – Sebelumnya, KPonline menerbitkan satu tulisan berjudul ‘Terkait Status Aktif Gubernur Ahok, Mahfud MD: Tidak Ada Alasan Tidak Membebastugaskan Ahok‘. Tulisan ini memuat pendapat Mahfud MD yang memprotes kebijakan Mendagri, karena Gubernur Ahok yang menyandang status terdakwa masih diaktifkan.

Ternyata tidak hanya Mahfud MD yang menolak kebijakan ini. Wakil Ketua Komisi II DPR sekaligus Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Almuzzammil Yusuf meminta DPR untuk menggunakan hak angket bila Gubernur DKI Basuki Tajhja Purnama (Ahok) tidak dinonaktifkan. Ahok telah kembali aktif menjabat gubernur per 11 Februari dengan status terdakwa dugaan penodaan agama.

“Setelah menerima kajian dan aspirasi masyarakat, tokoh masyarakat, dan pakar tentang pengabaian pemberhentian terdakwa BTP dari jabatan Gubernur DKI, maka DPR dapat menggunakan fungsi pengawasan menggunakan hak angket terhadap pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23/2014 tentang Pemerintah Daerah Pasal 83 Ayat 1,2, dan 3,” kata Almuzzammil, Minggu (12/2), sebagaimana diwartakan oleh CNN Indonesia.

Pasal 83 UU tersebut menjelaskan, kepala daerah yang didakwa dengan hukuman lima tahun penjara harus dibebastugaskan untuk sementara. Ahok belum dinonaktifkan oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dengan alasan belum bisa memastikan dakwaan sehingga menunggu tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Ahok ditetapkan terdakdwa dengan dikenakan dua pasal yakni Pasal 156 dan Pasal 156a KUHP. Dalam pasal 156 ancaman hukuman paling lama empat tahun, sementara Pasal 156a ancaman hukuman paling lama lima tahun.

Muzamil tidak sependapat dengan alasan yang diberikan Tjahjo. Mengacu pada Pasal 83, presiden wajib mengeluarkan surat keputusan tentang pemberhentian sementara sampai status hukum bersifat tetap bagi gubernur yang berstatus terdakwa yang diancam pidana penjara lima tahun berdasarkan register perkara di pengadilan.

“Sudah cukup bukti dan dasar hukum bagi presiden untuk memberhentikan sementara BTP dari jabatan Gubernur DKI. Pertama, status BTP sudah terdakwa penistaan agama dengan Nomor Register Perkara IDM 147/JKT.UT/12/2016 di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Kedua, yang bersangkutan didakwa Pasal 156a dan Pasal 156 KUHP tentang penodaan agama dengan hukuman penjara lima tahun dan empat tahun,” kata Almuzzammil.

Almuzzammil menilai, presiden diskriminatif dalam melakukan kebijakan terhadap kepala daerah. Ia membandingkan dugaan penistaan agama dengan kasus mantan gubernur Banten dan mantan gubernur Sumatera Utara yang terkena kasus hukum.

Setelah keluar surat register perkara dari pengadilan, presiden langsung mengeluarkan surat pemberhentian sementara.

Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia Petrus Salestinus sebelumnya menjelaskan, tindak pidana yang didakwa kepada Ahok tidak termasuk dalam pidana yang ada di Pasal 83 UU Pemda. Hal ini karena pasal tersebut secara spesifik menyebutkan tindak pidananya, yakni korupsi, terorisme, makar, keamanan negara dan atau perbuatan lain yang dapat memecah belah NKRI.

Almuzammil melanjutkan, “Untuk itu, maka fraksi-fraksi di DPR penting menghidupkan hak angket untuk memastikan apakah Pemerintah sudah sejalan dengan amanat undang-undang dan Konstitusi.”

Hak angket diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3). Pada pasal 79 ayat 3 dijelaskan bahwa hak angket digunakan untuk melakukan penyelidikan terhadap tindakan atau kebijakan pemerintah yang diduga melanggar UU.

Kemudian pada Pasal 199 ayat 1 dijelaskan paling sedikit hak angket diajukan oleh 25 orang anggota DPR dan lebih dari satu fraksi. Hak angket menjadi resmi apabila disetujui rapat paripurna yang dihadiri setengah dari anggota DPR.

Sumber: CNN Indonesia