7 Prinsip Yang Disepakati Pemerintah dan DPR Dalam Menyusun RUU Perlindungan TKI

Jakarta, KPonline – Panitia Kerja Komisi IX DPR RI bersama dengan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi M. Hanif Dhakiri serta Ketua Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid telah menyepakati tujuh isu krusial dalam pembahasan  Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (PPLN) di gedung DPR Jakarta, Selasa (12/7/2017). Kesepakatan ini sebagai upaya untuk memaksimalkan perlindungan tki.

Kesepakatan ini diambil dalam rapat panja yang dipimpin Ketua Komisi IX Dede Yusuf M. Effendi (F-PD) dengan didampingi Wakil Ketua Komisi IX Syamsul Bachri (F-PG), Ermalena (F-PPP) dan Saleh Partaonan Daulay (F-PAN).

Adapun tentang tujuh kesepakatan yang dimaksud di atas adalah sebagai berikut:

Pertama, pembentukan atase ketenagakerjaan di semua negara penempatan. Atase Ketenagakerjaan ini adalah bagian dari perwakilan RI. Tugasnya pendataan, verifikasi, market intelegent, berkordinasi dengan negara penempatan. Dalam melaksanakan tugas atase ketenagakerjaan, dapat dibantu oleh perwakilan RI dan badan yang memiliki kewenangan diplomat dan menguasai bidang ketenagakerjaan.

Kedua, Jaminan Sosial Pekerja Migran Indonesia (JSPMI) diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan.

Ketiga, pembiayaan dengan prinsip zero cost, komponen biaya tidak boleh dibebankan pada pekerja migran Indonesia.

Keempat, menyangkut fungsi pelaksanaan pusat pelayanan terpadu atau layanan terpadu satu atap. Nantinya lembaga ini memberikan pelayanan sebelum dan setelah bekerja.

Kelima, Pemerintah Pusat bertanggungjawab menyediakan dan memfasilitasi pelatihan calon pekerja migran Indonesia melalui pendidikan vokasi yang anggarannya berasal dari fungsi pendidikan. Sementara tanggung jawab pemerintah daerah adalah menginformasikan job order kepada pencari kerja, pelaksana pusat pelayanan terpadu bidang pekerja migran, bersama pemerintah pusat melakukan pendidikan dan pelatihan kerja.

Keenam, mengenai Badan atau Kelembagaan. Pelaksanaan tugas Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dilaksanakan oleh badan yang dibentuk oleh presiden. Badan dipimpin oleh Kepala Badan yang diangkat dan bertanggung jawab kepada presiden serta berkoordinasi dengan menteri. Badan ini merupakan LPNK yang bertugas sebagai pelaksana kebijakan dalam pelayanan perlindungan pekerja migran Indonesia secara terpadu dan terintegrasi. Keanggotaan badan terdiri dari wakil-wakil kementerian atau lembaga terkait.

Ketujuh, pelaksana penempatan pekerja migran Indonesia. Pelaksananya adalah Pemerintah Pusat, perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia dan perusahaan yang menempatkan pekerja migran Indonesia untuk kepentingan perusahaan sendiri dan pekerja migran Indonesia perseorangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *