Yang Seksis dari Alexis

Jakarta, KPonline – Izin Hotel Alexis tidak diperpanjang. Ini menjadi perbincangan yang berkepanjangan selama beberapa hari terakhir.

Beberapa kalangan menilai ini langkah berani Anies – Sandi. Semacam keberhasilan karena berhasil memenuhi salah satu janjinya saat berkampanye. Tetapi untuk sebagian yang lain, tidak ada yang luar biasa dari hal itu. Satu Alexis ditutup, konon katanya, masih ada seribu tempat serupa di Jakarta.

Bacaan Lainnya

“Kalau pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta ini mau dianggap Ksatria, jangan hanya Alexis yang ditutup,” begini kata sebagian orang.

Awalnya saya gembira mendengar Alexis ditutup. Anies tidak hanya omdong. Dia serius dengan janjinya. Sesuatu yang kemudian saya menaruh harapan besar, Gubernur DKI juga akan menepati janji untuk menetapkan UMP DKI lebih tinggi dari PP 78/2015. Meskipun kemudian terbukti, harapan ini hanya bertepuk sebelah tangan.

Kembali ke soal Alexis, belakangan ini saya justru sedikit risau dengan pemberitaan di berbagai media yang banyak bertebaran berita-berita seksis.

Tidak sedikit berita yang mengeksploitasi peran perempuan yang menjadi penghuni lantai tujuh, yang oleh Ahok pernah disebut-sebut sebagai surga dunia itu. Jika pengunjung masuk di sana, digambarkan akan disambut dengan perempuan berparas bidadari dari berbagai belahan dunia. Mulai China, Thailand, dan Uzbek. Perempuan lokal juga ada. Semua terlihat jelita dengan senyum yang menawan.

Tidak hanya itu, di beberapa grup WhatsApp juga beredar katalog yang disebut-sebut merupakan terapis Alexis. Entah dari mana asalnya.

Wajah Widuri Agesty merupakan salah satu yang ada dalam katalog itu. Terang saja dia tidak terima dan bermaksud mempolisikan orang yang telah membuat dan menyebarkan katalog ini. Belakangan, pihak Alexis pun mengaku tidak mengeluarkan katalog seperti itu.

Apapun itu, dengan menyebarkan katalog yang berisi foto dan nama perempuan itu saja, sebuah sikap amoral. Kalaulah katalog itu berisi daftar handphone atau barang yang lain, bisa dimaklumi. Tetapi ini manusia, yang dikonotasikan sebagai sesuatu yang tidak baik.

Beragam komentar bermunculan. Mungkin maksudnya hanya untuk lucu-lucuan. Tetapi sayangnya, hampir semuanya dalam bingkai pernyataan yang seksis.

Ketika saya memprotes ini di sebuah grup WA, sebuah jawaban yang saya dapat adalah, “Salah sendiri jadi lonte.” Kalau mau yang diberitakan hal-hal baik, jangan jadi lonte.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, lonte diartikan sebagai perempuan jalang; wanita tunasusila; pelacur; sundal. Dengan demikian, dia tidak berdiri sendiri. Ada peran laki-laki, yang katakanlah, sebagai pengguna jasa. Tetapi mengapa bukan mereka yang disasar?

Terang saja, jawabnya adalah, sisi perempuan selalu dianggap sebagai sesuatu yang menarik untuk diberitakan. Akibatnya, perempuan memang paling banyak menjadi korban dari kalimat-kalimat seksis.

Byron dan Byrne pada Buku Social Psychology Understanding Human Interaction memaknai seksis sebagai prasangka berbasiskan gender. Senada dengan itu, Anne Powell (1991) juga mengatakan, seksis merupakan bahasa yang membayangkan bias atau berat sebelah kepada jenis kelamin tertentu.

Sikap seksis, bisa jadi merupakan awal dari prasangka (Prejudice) dan diskriminasi (discrimination). Prasangka adalah sikap (attitude) biasanya merupakan sikap yang negative yang tertuju kepada anggota dari kelompok masyarakat tertentu. Sedangkan diskriminasi lebih kepada perilaku (action), biasanya negative, yang ditujukan kepada anggota dari kelompok masyarakat tertentu tersebut.

Jika kita ingin tidak ada lagi diskriminasi, misal terkait dengan perbedaan upah dan kesempatan menduduki jabatan tertentu bagi perempuan dan laki-laki di tempat kerja, hilangkan dulu dari prasangka. Hal ini dimulai dengan tidak lagi mengeluarkan pernyataan-pernyataan seksis.

Di bagian akhir tulisan ini, saya ingin mengajak pembaca untuk menghentikan komentar-komentar seksis terkait Alexis. Sikap setuju atau tidaknya kita terhadap tidak diperpanjangnya izin Hotel Alexis itu satu hal. Tetapi mengomentarinya dengan seksis, itu hal lain.

Pos terkait