Tuntutan FPR Riau Jelang Mayday

aksi buruh menolak upah murah ( (suara jakarta)

Pekanbaru,KPonline – Front Perjuangan Rakyat (FPR) sebagai aliansi organisasi massa-rakyat demokratis nasional yang menentang imperialisme, feodalisme dan kapitalis birokrat kembali menjadikan momentum Peringatan Hari Buruh Se-Dunia 1 Mei 2017 ini untuk menyuarakan dan memperjuangkan perbaikan nasib rakyat dan bangsa Indonesia, terutama kaum buruh dan kaum tani, yang masih hidup dalam kemiskinan, yang masih dibatasi hak-hak politiknya, dan masih hidup dengan tingkat pendidikan dan kesehatan yang buruk.

Pada tahun 2015 Pemerintah Jokowi mengeluarkan kebijakan dan peraturan yang membatasi perbaikan upah kaum buruh PP No.78/2015. Pemerintah Jokowi hanya mampu menindas dan mengendalikan HARGA TENAGA kaum buruh dan kaum tani, sementara harga kebutuhan pokok tidak stabil dan terus melambung tinggi dibiarkan tetap berada di tangan kapitalis monopoli Internasional dan tidak mampu berbuat apapun.

Bacaan Lainnya

Kaum buruh perempuan dalam pabrik maupun Buruh Tani Harian Lepas-Perempuan (BHL-Perempuan) dalam perkebunan bekerja dalam kondisi kerja yang sangat beresiko dan diskriminasi upah. Pelecehan dan kekerasan seksual, residu obatan-obatan pertanian kimia dan tingginya beban kerja masih terus berlangsung. Kaum buruh perempuan masih mengalami diskriminasi upah untuk jenis dan beban kerja yang sama dengan buruh laki-laki.

“Program Reforma Agraria” Pemerintah Jokowi tidak menyelesaikan masalah kaum tani dan suku bangsa minoritas yang tidak bertanah, bertanah terbatas, tidak ber-modal dan menderita karena tidak stabil dan rendahnya harga komoditas pertanian secara berkelanjutan. Reforma Agraria Pemerintah Jokowi hanya bertujuan untuk meredam kemarahan rakyat yang menderita, dan memperbarui “citra dan janjinya” agar terpilih kembali menjadi Presiden Indonesia kedua kalinya pada Pemilihan Umum (PEMILU) 2019.

Reforma Agraria Pemerintahan Jokowi, tidak mengubah monopoli kepemilikan tanah, monopoli input dan output pertanian, negara dan pemerintah tetap tidak mampu menangani harga komoditas, harga komoditas dalam negeri masih sepenuhnya dikendalikan oleh imperialisme. Tanah dan seluruh kekayaan alam tetap berada ditangan yang sama, negara dan para tuan tanah besar yang menjadi pelaksana modal imperialis dalam perkebunan besarnya di Indonesia.

Pemerintah Jokowi tidak bisa menciptakan lapangan kerja baru. Dia hanya bisa menciptakan lapangan kerja baru dengan cara memecat pekerja yang lama atau dengan melenyapkan lapangan kerja yang lama. Buruh baru direkrut, buruh lama dipecat atau diganti dalam sistem kontrak. “Buruh Tani tetap-Karyawan” di-kontrak, Buruh Tani Harian Lepas (BHL) dipecat atau dengan berbagai dipaksa mengundurkan diri.

Di kota-kota besar, sopir angkutan umum lama konvensional hilang diganti dengan “Sopir” angkutan model baru “Gojek, Grab, Uber” dan sejenisnya. Pekerjaan-pekerjaan yang ada hanya pekerjaan sementara dengan kondisi kerja dan upah yang buruk di proyek-proyek infrastruktur yang dibiayai negeri-negeri industrialis (Imperialis) dan Bank Dunia.

Kehidupan rakyat Kandis jauh lebih berat lagi. Hidup di tengah lautan investasi dan utang luar negeri sangat besar karena berdiri Perkebunan Besar Sawit dan Kayu (HTI) terutama Grup Sinar Mas, Hidup di tengah pertambangan besar milik imperialis Chevron Pasific Indonesia (CPI), tanah yang luas, kekayaan alam yang berlimpah dan tenaga kerja yang tersedia justru menjadi sumber malapetaka bagi rakyat.

Buruh perkebunan mengalami kondisi kerja yang buruk dengan upah yang sangat rendah dan waktu kerja yang panjang. PT Ivomas Tunggal menguasai kurang lebih 31.000 hektar tanah dan hanya mampu menciptakan kurang lebih 6.000 orang tenaga kerja langsung dalam tujuh kebun dan ratusan buruh dalam tiga PKS CPO dan Kernelnya. Upah buruh PKS hanya sebesar 2.300.000 rupiah atau memenuhi 70% dari Kebutuhan Hidup Minimum Rata-Rata kecamatan Kandis sebesar 3.100.000 rupiah.

Sementara BHL dibayar sesuai dengan jumlah Hari Kerja (HK)-nya masing-masing. HK maksimal perusahaan adalah 20 HK, di mana setiap HK bernilai 93.000 rupiah. BHL hanya memiliki rata-rata 10-12 HK setiap bulannya. Sehingga upah rata-rata 1.030.000-1.116.000 rupiah, atau hanya separuh dari upah minimum Propinsi Riau.

GSBI, AGRA, SERUNI, Dan Pembaru Indonesia yang berhimpun di dalam Front perjuangan rakyat (FPR) bersama-sama dengan seluruh Komite Wilayah dan Cabang lainnya di seluruh Indonesia secara serentak menggunakan Momentum Hari Buruh se-Dunia untuk menyuarakan dan memperjuankan nasib kaum buruh, kaum tani, suku bangsa minoritas, pemuda dan perempuan tanpa kenal lelah secara berkelanjutan hingga menang. Dan dalam momentum Hari Buruh Se-Dunia ini FPR Kandis mengajukan tuntutan :

a.Hentikan landreform palsu dan jalankan landreform sejati sesuai dengan tuntutan dan kepentingan kaum tani dan rakyat Indonesia
b.Cabut PP 78/2015 Tentang Pedoman Penetapan Upah Buruh
c.Perbaiki Upah Kaum Buruh dan Buruh Tani Serta Perbaiki Kondisi Kerja
d.Berikan Kebebasan Bagi Kaum Buruh Untuk Memasuki Organisasi Buruh Independen, Bukan Serikat Buruh Bentukan Negara dan Pengusaha Sendiri.
e.Hapus sistem kerja kontrak.
f.Turunkan harga kebutuhan pokok rakyat
g.Berikan cuti menstruasi dan melahirkan bagi buruh perempuan
h.Berikan fasilitas menyusui dan pengasuhan anak di pabrik
i.Berikan tanah Dan Perbaiki Hidup Suku Bangsa Minoritas Sakai
j.Turunkan harga input pertanian dan berikan kepastian harga jual produk pertanian.

Pos terkait