Terkait Isu Kecurangan Penjualan Beras, Jangan Pinggirkan Kesejahteraan Petani

petani (Foto: Obon Tabroni)

Bekasi, KPonline – Tokoh buruh yang pernah maju sebagai Calon Bupati Bekasi dalam Pilkada serentak 2017, Obon Tabroni, prihatin dengan isu penipuan beras kwalitas medium menjadi kwalitas premium yang diduga dilakukan oleh PT Indo Beras Unggul. Keprihatinan itu dia tuliskan di akun facebooknya, Jum`at (21/7/2017). Di sini, Obon Tabroni lebih menekankan kepada kesejahteraan petani.

“Semalam lewat Cikarang Timur, lihat pabrik beras di grebek polisi. Pagi ini nyambung ngobrol sama petani di Pebayuran. Tentang semalam jempol buat polisi, moga bukan sekedar kasus penipuan beras kwalitas medium jadi premium atau beras subsidi di jual. Tapi dari mana beras subsidi begitu banyak di dapat harusnya buat rakyat tapi adanya di pabrik, siapa juga yang supply?”

Tidak sekedar melakukan penggrebekan, dia juga berharap tata niaga beras diperbaiki.

Kemudian Obon Tabroni memberikan gambaran betapa mirisnya petani. “Bulan puasa kemarin padi Rp 400.000/ 1 kintal (100 Kg) bahkan karena petani butuh di hutang dan banyak harga dibawah itu rata-rata rendemen 60 persen. Jadi kalau 1 kwintal (100 kg) padi seharga Rp 400.000 jadi beras 60 Kg. Ada sih biaya lain transport dan lain-lain, tapi tidak lebih dari 10 persen.”

Ketika membaca detik.com, dia mengetahui harga beras pabrik itu setelah di kemas bagus di jual sampai Rp 20.000/kg. “Hitung sendiri lah (berapa untungnya), ga tega,” tulisnya lebih lanjut.

Padahal, kata Obon, para petani itu resiko gagal panen karena wereng, tikus, banjir, belum lagi pupuk mahal. Mereka mendapatkan berapa? Sementara yang punya pabrik, yang tinggal mengemas beras-beras itu, mendapatkan jauh lebih besar.

Sebagai sosok yang dikenal dekat dengan masyarakat, khususnya di Bekasi, pernyataan Obon memiliki makna yang penting. Deputi Presiden FSPMI ini seperti hendak mengatakan, bahwa permasalahan petani layak untuk mendapatkan perhatian yang lebih besar. Bahwa penggrebekan terhadap pabrik peras yang diduga menjual ke konsumen jauh lebih mahal dari harga standard, juga harus diimbangi dengan perbaikan kualitas kesejahteraan petani.

Bagaimanapun, petani jauh lebih berhak mendapatkan penghasilan lebih besar dari yang selama ini mereka dapatkan. Terlebih lagi resiko yang mereka hadapi tidak bisa dianggap enteng.

Kasus Beras Maknyuss dan Cap Ayam Jago

Pernyataan Obon Tabroni dilatarbelakangi kasus yang mendera PT Indo Beras Unggul. Dimana perusahaan ini dianggap melakukan praktik bisnis yang tak sesuai peraturan.

Menurut Ketua Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian (Kementan) Agung Hendriadi, setidaknya ada dua kesalahan produsen beras merek Maknyuss dan Cap Ayam Jago ini. Pertama mereka membeli gabah petani dengan harga jauh di atas yang ditentukan Bulog (pemerintah). Kedua, telah berbohong dari segi kualitas kepada masyarakat.

Menurut Agung, PT Indo Beras Unggul membeli gabah dengan harga Rp4.900 per kilogram dari petani, padahal harga yang telah ditetapkan pemerintah adalah sebesar Rp3.700 per kilogram. Dampaknya para perusahaan beras lain tidak bisa membeli harga tersebut dari petani karena terlalu tinggi. Di sisi lain, PT Indo Beras Unggul menjual beras dengan harga kelas premium pada harga Rp13.700-20.400 per kilogram di pasar ritel dan umum.

Sementara dari segi kualitas, beras yang diklaim sebagai beras premium itu, ternyata rata-rata hanya berjenis IR 64 yang merupakan beras jenis medium yang proses produksinya mendapatkan subsidi dari pemerintah.

Beras subsidi adalah beras yang dipanen dari benih dan pupuk yang diberikan secara cuma-cuma dari pemerintah kepada petani. Selanjutnya, hasil panen dari benih tersebut harus dijual ke Bulog dan bukan ke tengkulak. Meskipun pada kenyataannya Bulog juga punya keterbatasan menyerap beras atau gabah petani karena keterbatasan jaringan dan harga yang tak fleksibel.

“Tapi kan berdasarkan peraturan sekarang (HET beras), semua harga beras sudah seharusnya Rp9.000. HET ditetapkan baik untuk yang jenis medium maupun premium,” kata Agung.

Polri menduga terdapat tindak pidana dalam proses produksi dan distribusi beras yang dilakukan PT IBU sebagaimana diatur dalam pasal 382 Bis KUHP dan pasal 141 UU 18 tahun 2012 tentang Pangan serta pasal 62 UU nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pelaku bisa diancam hukuman 5 tahun penjara.

Pihak Perusahaan Memberikan Bantahan 

Komisaris Utama dan Komisaris Independen PT Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk, Anton Apriyantono, membantah tudingan yang dialamatkan ke PT Indo Beras Unggul, sebagai anak perusahaan PT Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk.

Ada beberapa klarifikasi yang Anton berikan mengenai kasus yang menjerat PT Indo Beras Unggul.

Pertama, varietas IR 64 adalah varietas lama yang sudah digantikan dengan varietas yang lebih baru yaitu Ciherang kemudian diganti lagi dengan Inpari. Jadi di lapangan, IR 64 sudah tidak banyak lagi. Selain itu, tidak ada yang namanya beras IR 64 yang disubsidi.

“Ini sebuah kebohongan publik yang luar biasa. Yang ada adalah beras raskin, subsidi bukan pada berasnya tapi pada pembeliannya, beras raskin tidak dijual bebas, hanya untuk konsumen miskin,” ucapnya.

Kedua adalah di dunia perdagangan beras dikenal yang namanya beras medium dan beras premium. Lalu Standard Nasional Indonesia (SNI) untuk kualitas beras juga ada. Dia menegaskan yang diproduksi oleh PT Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk sudah sesuai SNI untuk kualitas atas.

Ketiga, Anton mempertanyakan kerugian negara akibat praktik curang PT Indo Beras Unggul.

“Bila dibilang negara dirugikan, dirugikan di mananya? Apalagi sampai bilang ratusan triliun, lah wong omzet beras TPSF saja hanya Rp 4 triliun per tahun. Lagi-lagi Kapolri melakukan kebohongan publik, apa enggak takut azab akherat ya?,” ujarnya.

Mengenai tuduhan menjual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), menurut Anton tuduhan ini tidak benar karena Surat Keputusan (SK) Menteri Perdagangan mengenai HET beras baru sebesar Rp 9.000 per kg ditandatangani dan berlaku 18 Juli 2017. Sementara itu, pada tanggal 20 Juli 2017, pemerintah sudah menerapkan kebijakan ini ke PT Indo Beras Unggul, sedangkan perusahaan beras yang lain belum. Waktu pelaksanaan dianggap Anton sangat mepet. Seharusnya butuh waktu untuk melakukan penyesuaian.

“HET Rp 9.000 itu terlalu rendah karena harga rata-rata beras saja sudah di atas Rp 10.000 per kg. Perlu dievaluasi lagi, selain itu tetap harus dibedakan antara beras medium dan beras premium karena kualitasnya berbeda,” paparnya.

Mengenai kandungan gizi, ada ketidakpahaman membedakan antara kandungan gizi dengan angka kecukupan gizi. Menurut dia kandungan gizi adalah kandungan zat gizi yang terukur ada dalam produk tersebut. Pengukuran kandungan gizi dilakukan melalui hasil pengujian laboratorium independen terakreditasi.

Sementara itu, perhitungan Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah berapa persen kandungan gizi (yang ada di produk) memenuhi kebutuhan gizi standar, yang mengacu kepada Keputusan Kepala BPOM RI No. HK.00.05.52.6291 tentang Acuan Label Gizi Produk Pangan Kepala BPOM RI.

“Satu lagi, pemberitaan menyimpan 3 juta ton beras atau membeli beras 3 juta ton beras, itu jelas ngawur karena kapasitas terpasang seluruh pabrik TPSF hanya 800.000 ton,” sebutnya.

Apapun yang Terjadi, Jangan Pinggirkan Kesejahteraan Petani

Polisi berdasarkan bukti-bukti yang ada bisa menyimpulkan apa yang dilakukan PT Indo Beras Unggul sebagai kesalahan. Sebaliknya, PT Indo Beras Unggul boleh saja memberikan bantahan. Tetapi satu hal yang pasti, petani berhak mendapatkan kesejahteraan. Masyarakat juga berhak mendapatkan kebutuhan pokok dengan harga yang murah. Semua ini, tentu saja, dibutuhkan kehadiran negara.

Foto: Obon Tabroni/Fb

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *