Tak Hanya PT Smelting , PT Freeport Indonesia Juga Mem-PHK Pekerja Secara Sepihak

Jakarta KPonline – Tindakan PT Freeport Indonesia dan anak perusahaannya yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak terhadap para pekerjanya di kecam oleh berbagai pihak. Sampai hari Senin (15/5) lalu, sudah 840 buruh PT Freeport di Timika, Papua, di-PHK sepihak karena mogok kerja. Sebelumnya, 309 pekerja PT Smelting, anak perusahaan PT Freeport yang bergerak di bidang pengolahan konsentrat, juga di-PHK sepihak karena mogok kerja sejak 19 Februari lalu sampai sekarang.

Manajemen PT Freeport Indonesia diketahui telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap 840 karyawan yang ikut dalam aksi mogok kerja di Timika sejak beberapa waktu terakhir.

Bacaan Lainnya

Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Perumahan Rakyat Kabupaten Mimika Septinus Soumilena di Timika, Senin, mengakui telah menerima laporan dari PT Freeport soal PHK 840 karyawan tersebut.

“Betul, saya menerima surat pemberitahuan dari manajemen PT Freeport bahwa terhitung hingga Senin 15 Mei 2017 sudah 840 orang karyawan permanen PT Freeport yang telah di-PHK. Ini tentu sangat memprihatinkan kita semua,” kata Septinus di kutip dari antaranews

Ia menerangkan bahwa Disnakertrans-PR Mimika telah berupaya mencegah terjadi PHK karyawan PT Freeport yang melakukan aksi mogok kerja di Timika dengan mengirim surat ke manajemen PT Freeport sejak 12 April 2017.

Anggota Tim Advokasi SP-KEP SPSI PT Freeport, Tri Puspita, mengatakan pihaknya mendesak pemerintah turun tangan untuk menyelesaikan sengketa antara pekerja dan manajemen perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut. Menurutnya, PHK sepihak terhadap 840 pekerja PT Freeport sudah menunjukkan perlakuan perusahaan yang semena-mena.

Pimpinan Unit Kerja (PUK) SP-KEP SPSI PT Freeport menuntut penghentian intimidasi terhadap para pekerja dan pengurus serikat pekerja, serta mempekerjakan kembali mereka yang di-PHK sepihak. Tri mengaku pembahasan tuntutan sudah dibicarakan dengan manajemen beberapa kali. Namun tuntutan pekerja tidak dipenuhi. “Perundingan bipartit sudah gagal. Kami meminta pemerintah tidak diam saja,” katanya.

Saat ini pihaknya terus berkoordinasi dengan Pengurus Pusat SP-KEP SPSI di Jakarta serta IndustrialAll atau Serikat Buruh Dunia yang berkedudukan di Jenewa, Swiss. “Kami terus membangun koordinasi dengan Serikat Pekerja Nasional dan afiliasi kami di IndustrialAll untuk menyikapi kondisi-kondisi yang terjadi saat ini yang dilakukan oleh Freeport kepada pekerjanya,” tandas Tri.

Sementara itu, juru bicara Kementerian Ketenagakerjaan, Sahat Sinurat, mengatakan sudah menerima laporan PHK terhadap pekerja PT Freeport dari Pemerintah Kabupaten Mimika. Dia menyatakan pihaknya juga tengah mengupayakan penyelesaian tuntutan pekerja Freeport.

Sementara itu, aksi pekerja PT Smelting di Jakarta tidak menemui hasil. Ratusan dari 309 pekerja PT Smelting yang di-PHK sepihak terpaksa menempuh perjalanan dari Gresik, Jawa Timur, ke Jakarta untuk memperjuangkan nasibnya. Aksi di depan Kantor Pusat PT Smelting di Menara Mulia, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, belum menghasilkan solusi.

Ketua Serikat Pekerja Logam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPL FSPMI) PT Smelting, Zainal Arifin, menuturkan perusahaan telah mem-PHK sepihak 309 pekerja yang rata-rata sudah bekerja lebih dari 19 tahun. Konflik ini bermula ketika PT Smelting memberikan kenaikan upah sebagaimana kesepakatan dalam Perjanjian Kerja Bersama Ke-7.

Kemudian saat perundingan Perjanjian Kerja Bersama ke-8 banyak hak-hak pekerja yang dikurangi bahkan tidak diberikan.
“Perundingan tersebut dimulai 28 November 2016 dan berakhir 6 Januari 2017 tanpa ada kesepakatan antara Management PT Smelting dengan Serikat Pekerja FSPMI PT. Smelting,” katanya.

Karena perusahaan melakukan pelanggaran kesepakatan dan bahkan berupaya mengurangi kesejahteraan dan hak-hak pekerja, Serikat Pekerja FSPMI PT. Smelting memutuskan untuk melakukan mogok kerja yang sah sesuai perundangan di Indonesia setelah berakhirnya perundingan. “Mogok kerja tersebut dimulai pada tanggal 19 Januari 2017 sampai saat ini,” imbuh Zainal.

Tak hanya itu, manajemen PT. Smelting juga tidak membayar upah pekerja selama 4 bulan sampai saat ini, mencabut fasilitas kesehatan pekerja dan keluarganya. “Kami berpendapat PT. Smelting telah melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia,” sebut Zainal.
Presiden FSPMI, Said Iqbal, meminta agar Presiden Direktur PT Smelting bersedia bertemu dengan perwakilan buruh. Sebab sejauh ini sebatas ditemui setingkat manager. “Karena hanya ditemui manager, akibatnya tidak ada keputusan yang bisa diambil. Kami meminta ditemui pihak yang bisa mengambil keputusan, dalam hal ini Presdir-nya langsung,” katanya.

Pihaknya juga mendesak pemerintah untuk turun tangan dalam kasus PT Smelting. Salah satunya dengan memanggil Direksi PT Smelting untuk berunding dengan pekerja

Pos terkait