Setelah Gojek, Grab, dan Uber Bergabung dengan FSPMI

Jakarta, KPonline – Satu lagi elemen driver ojek online resmi bergabung dengan Serikat Pekerja Dirgantara dan Transportasi Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPDT FSPMI), Minggu, 18 Juni 2017. Kali ini dari PT Uber Teknologi Indonesia, atau yang kita dikenal: UBER.

Dengan bergabungnya Uber, hingga kini ada tiga driver ojek online yang resmi bergabung dengan FSPMI. Melengkapi Gojek dan Uber yang sudah lebih dulu bergabung.

Bergabungnya para driver ojek online dalam sebuah organisasi serikat pekerja merupakan langkah maju. Dengan demikian, mereka memiliki wadah untuk menyatukan kekuatan dan mendiskusikan berbagai hal tentang kepentingan mereka.

Ada ungkapan, “sesama bus kota jangan saling mendahului.” Begitu pun dengan keberadaan driver online ini. “Pertarungan” yang sesungguhnya bukanlah sesama driver, bukan pula mempertentangkan ojek online dan pangkalan. Tetapi lebih pada sistem dan keberpihakan para penguasa.

Driver ojek online ‘GOJEK’ terlebih dahulu bergabung dengan FSPMI.
Setelah GPJEK, giliran GRAB bergabung dengan FSPMI – KSPI.

Sayangnya, para driver ini tidak pernah dilibatkan dalam menyusun berbagai kebijakan. Tidak jarang, kebijakan perusahaan penyedia aplikasi diprotes para driver karena dianggap merugikan mereka. Setiap kebijakan tarif yang ditentukan, misalnya, para driver-lah yang akan paling merasakan dampaknya. Karena mereka yang berada di lapangan.

Bergabung dengan serikat pekerja, secara politis juga hendak menegaskan bahwa mereka adalah pekerja. Sebagai pekerja, mereka berhak mendapatkan berbagai jaminan dan fasilitas, seperti BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan.

Sebagian menganggap bahwa mereka adalah mitra. Bukan pekerja. Satu hal yang harus diketahui, bahwa orang bekerja tidak hanya di dalam perusahaan. Tetapi juga di luar perusahaan. Dalam hal ini, driver ojek identik dengan pekerja. Mereka bahkan bisa di PHK. Karirnya terhenti karena di suspend.

Kepercayaan diri untuk menegaskan bahwa mereka adalah pekerja sangatlah penting. Untuk kemudian menuntut pengakuan, agar dipandang dan dihargai sama halnya dengan profesi-profesi yang lain.

Keuntungan perusahaan penyedia aplikasi juga tidak buruk-buruk amat. Ambil contoh, Gojek. Bersama Traveloka, perusahaan ini menjadi sponsor utama Liga 1. Saat launching Gojek Taveloka Liga 1 di Hotel Fairmont, Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi menyatakan jika keduanya menggelontorkan total Rp 180 miliar. Jumlah yang tidak sedikit, tentu saja. Wajar jika kemudian para driver juga menuntut kesejahteraan mereka lebih diperhatikan.

Giliran driver ojek online ‘UBER’ resmi bergabung dengan FSPMI-KSPI,

Hal lain, tentu saja, berkaitan dengan regulasi di Indonesia. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan sejauh ini belum memberikan pengakuan dan proteksi terhadap keberadaan ojek online.

Padahal harus diakui, saat ini, keberadaan ojek online sudah menjadi kebutuhan bagi masyarakat. Khususnya di kota-kota besar. Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan hendaknya bersifat dinamis, mengikuti perkembangan zaman. Saat ini yang dibutuhkan pengaturan, bukan pelarangan.

Konstitusi kita mengamanatkan, setiap orang mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak. Kita tidak bisa lagi melihat keberadaan para driver ojek online dengan sebelah mata. Keberadaannya harus diakomodir dan diakui sebagaimana layaknya profesi-profesi yang lain.

Hal-hal seperti inilah tugas berat kita kedepan. Semacam tantangan, ketika para driver ojek online telah bersatu untuk mengorganisir kekuatan.