Selama Dua Hari, Buruh Akan Kepung Jakarta

“Buruh menentang keras kebijakan Gubernur DKI Jakarta yang mengedepankan uang DP dan CSR dari pengusaha dalam membangun Ibukota.” Pernyataan ini disampaikan Presiden KSPI di Jakarta, Selasa (30/5/2016). Menurut Iqbal, kebijakan tersebut sangat membahayakan sistem demokrasi, dimana negara akhirnya tunduk kepada segelintir pemilik modal.

Saat ini kaum buruh mulai sadar, banyak kebijakan Gubernur Ahok yang dinilai anti terhadap demokrasi. Ahok dinilai sebagai satu-satunya Gubernur yang getol membuat Peraturan perihal larangan melakukan aksi, kecuali di dalam Monas, Parkir Timur, dan DPR RI. Aksi demonstrasi adalah sesuatu yang “sangat dibenci” pemilik modal. Mereka berdalih akan mengganggu investasi. Padahal, sesungguhnya yang terjadi adalah kenyamanannya mengeruk untung besar mulai terganggu akibat adanya element masyakarat yang kritis, seoerti yang saat ini dilakukan kaum buruh.

Dalam hal ini, buruh merasakan betapa Polisi sangat refresip. Bahkan tak segan mengkriminalisasi buruh dan aktivis sosial seperti yang terjadi terhadsp 23 buruh, 2 pengacara publik LBH Jakarta, dan seorang mahasiswa. Saat ini, ke 26 aktivis itu tengah menjalani persidangan di PN Jakarta Pusat.

Itulah sebabnya, terasa sekali semua ini seperti ada pesanan. KSPI menilai, semua kebijakan ini adalah “barter” para pemilik modal untuk membungkam aksi-aksi damai buruh demi penguasaan modal yang mencengkram negara. Bahkan mereka tidak segan-segan menggunakan Tentara dan Polisi dalam penggusuran rakyat kecil. Ironisnya, ada dugaan, semua itu dibiayai menggunakan dana “uang uang DP dan CSR”.

Hal itu, tentu saja, sangat membahayakan demokrasi dan bertentangan dengan UU TNI dan UU Kepolisian.

Sekali lagi, buruh dirugikan dengan kebijakan Gubernur Ahok. Untuk menyebut contoh, beberapa kebijakan itu adalah pembatasan tempat aksi, adanya kebijakan upah murah, penggunaan outsourcing di perusahaan-perusahaan pemberi CSR, tidak ada rusun buruh, dan ongkos transportasi yang mahal.

“Ini akibat kebijakan yang dibarter dengan modal. Bukan menggunakan APBD dalam membangun Jakarta,” tegas Iqbal.

Karena itulah, dua ribuan buruh pada tanggal 1 dan 2 Juni 2016 akan melakukan aksi di Balaikota DKI Jakarta dan Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Aksi di Balaikota akan dilakukan pukul 10.00 hingga 11.00 wib. Sedangkan aksi di Kantor KPK akan dilakukan pukul 12.00 hingga selesai.

Dalam aksi ini, buruh menuntut KPK untuk menetapkan Gubernur Ahok sebagai “tersangka” atas dugaan korupsi di RS Sumber Waras, Reklamasi, dan Penyalahgunaan Diskresi. Apabila KPK tidak memperhatikan tuntutan buruh ini maka aksi buruh akan dilakukan terus menerus dan tidak menutup kemungkinan demonstrasi yang meluas dengan melibatkan unsur masyarakat dan mahasiswa.

Selain itu, buruh juga menuntut kenaikan upah minimum 2017 sebesar Rp 650 ribu. Hal ini, mengingat, survei biaya hidup keluarga di DKI Jakarta yang dilakukan oleh BPS adalah Rp 5,6 juta/bulan. (*)