Ratin Jamkeswatch Batam : Pemerintah Jangan Main Potong Saja

Batam,KPonline – Terkait pemotongan jumlah penerima bantuan iuran (PBI) Koordinator daerah Jamkeswatch Batam Rahmat Munthe mengatakan bahwa kondisi riil di lapangan justru jumlah pasien BPJS tak mampu meningkat tajam seiring dengan tingginya jumlah pengangguran akhir-akhir ini. Akan tetapi pemerintah malah menurunkan anggaran untuk pasien tak mampu.

Munthe mengatakan hal tersebut pada rapat rutin jamkeswatch kota Batam pada Minggu (20/11/17) di Batam yang di hadiri oleh pengurus harian dan anggota jamkeswatch Batam

Bacaan Lainnya

Baca Juga :
Soroti Pelayanan Jaminan Kesehatan, Jamkeswatch Batam Lakukan Audensi Dengan Dinas Kesehatan

Sinergi Bersama, Jamkeswatch Batam Kunjungi BPJS Kesehatan

Direktur Eksekutif Jamkeswatch Iswan Abdullah Dorong Anggota KSPI Kepri Menjadi Relawan Jamkeswatch

“Bila pemko tak menganggap kami berjanji akan melakukan Aksi massa”, Ucap Rahmat

“Kita meminta pemerintah Kota Batam untuk bertatap muka dengan Jamkeswatch dan menarik lagi keputusan untuk memotong anggaran PBI pasien tidak mampu”

“Pemerintah jangan main potong saja” Tambahnya

Sementara data BPS Batam menyatakan bahwa masyarakat miskin dan hampir miskin di Kota Batam mengalami peningkatan. Ini dilihat dari patokan sebelumnya dari Penerima bantuan Iuran (PBI) untuk dicover dalam BPJS. Penerima PBI di Kecamatan Sagulung mencapai 30,316 jiwa. Batuaji berjumlah 17,961 jiwa dan Bengkong sebanyak 17,953 jiwa. Di tiga kecamatan ini, data yang paling banyak diproses.

Ketua Perda KSPI Yoni Mulyo di tempat yang sama mengatakan dirinya bersedia memfasilitasi pertemuan dengan pemerintah kota Batam untuk meminta penjelaskan berita tersebut. Dirinya juga akan mengupayakan pengadaan ambulan gratis untuk Jamkeswatch Batam pada pertemuan rapat konfederasi akhir bulan November ini

Seperti di kabarkan sebelumnya bahwa pemerintah,melalui dinas kesehatan telah melakukan penonaktifan peserta penerima bantuan iuran jaminan kesehatan, sesuai dengan surat yang terbitkan Menteri Sosial No 94/HUK/2017 terkait penonaktifan kepesertaan ribuan peserta PBI. Keputusan ini di duga untuk mengatasi semakin membengkaknya deficit anggaran untuk BPJS Kesehatan

Di tempat terpisah Ketua Center for Health Economics and Policy Studies FKM Universitas Indonesia (CHEPS FKM UI) Hasbullah Thabrany berpendapat, salah satu solusi yang bisa dilakukan mengatasi defisit adalah menambah peserta yang merupakan pekerja penerima upah (PPU). PPU berasal dari swasta, BUMD, PNS, TNI, dan Polri.

“JKN itu persoalannya bukan karena belanja yang terlalu banyak, tetapi pendapatannya yang terlalu kecil,” ujar dia. “Yang paling realistis itu tambah peserta PPU agar proporsinya menjadi lebih besar.”

Adapun hingga Mei ini, ia merinci total peserta JKN sudah mencapai 176,7 juta jiwa. Jumlah itu terdiri dari peserta penerima bantuan iuran (PBI) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 92 juta, PBI daerah 17 juta, bukan pekerja 5 juta, pekerja bukan penerima upah (PBPU) 21 juta, dan pekerja penerima upah (PPU) 40,2 juta.

“Kalau dilihat komposisi peserta, yang berasal dari penduduk miskin dan tidak mampu mencapai 109 juta atau 62 persen dari total perserta. Sementara porsi PPU yang rutin membayar iuran hanya 40,2 juta atau 23 persen,” kata Hasbullah. Adapun, sebanyak 58 persen peserta PBPU menunggak iuran sebesar Rp 2 triliun, tahun lalu.

Hasbullah menambahkan, potensi pendapatan juga bisa diperoleh dari penduduk berpendapatan yang masih belum berkontribusi besar dalam pendanaan publik. Namun, bila peningkatan peserta PPU dan kontribusi penduduk berpendapatan tinggi sulit dicapai, ia menilai pemerintah harus menggali sumber dana lainnya seperti pajak atau cukai rokok. Selain itu, bisa juga menaikkan batas upah, memasukan komponen tunjangan dalam perhitungan upah, dan sumber lainnya. (Roy/DJ)

Pos terkait