Menuju Cirebon Kota Metropolitan

Cirebon, KPonline – Tanggal 23 hingga 27 Mei 2015, Bupati Cirebon berkunjung ke Malaysia atas undangan Perdana Menteri Malaysia. Dalam kesempatan itu, Perdana Menteri Datuk Sri Najib Tun Razak mengatakan bahwa Negara Malaysia secara totalitas akan menginvestasikan uangnya ke Cirebon sebesar 116, 98 Triliun. Ini adalah cukup besar uang yang akan diberikan oleh Negara Malaysia untuk investasi di Kabupaten Cirebon.

Berikut rincian investasi yang akan dikeluarkan negara Malaysia:

Pertama, rogram Bounded Industrial Zone (peluang investasi di sektor industri) menetapkan koridor Mundu – Losari sebagai kawasan industri kurang lebih luas 2.000 Hektar yang dapat dimanfaatkan oleh investor yang bergerak dalam bidang industri, perikanan dan lain-lain termasuk maritim didalamnya yang investasinya kurang lebih sebesar 44, 4 Triliun.

Kedua, program rencana dukungan poros maritim termasuk didalamnya rencana pelabuhan baru adapun informasi yang kami berikan terkait data informasi Topografi, pantai serta informasi alam sekitar lokasi calon pembangunan pelabuhan baru perkiraan investasi kurang lebih sebesar 177, 5 milyar.

Ketiga, poros indutri perikanan yaitu program yang memprioritaskan potensi perikanan yang dipadukan dengan pengembangan industri integrities costorist system dengan memanfaatkan potensi pantai yang ada di Kabupaten Cirebon diperkirakan nilai investasi mencapai kurang lebih 52 Triliun.

Keempat, pengembangan program tenaga listrik, hal ini berkaitan dengan rencana kawasan industri yang dikembangkan di wilayah di Kabupaten Cirebon sebagai sarana pendukung sektor industri diperkirakan nilai investasi kurang lebih sebesar 16, 15 Triliun

Kelima, pengembangan program perumahan Cirebon New City yaitu peluang pertumbuhan di sektor perumahan dengan mempertimbangkan tata ruang wilayah dan daya dukung lingkungan di Kabupaten Cirebon perkiaraan nilai investasi kurang lebih sebesar 4, 23 Triliun.

Sebanyak 50 persen pembangunan infrastruktur Cirebon akan digarap perusahaan Malaysia, MoU kerja sama dengan pemerintah Cirebon untuk membangun infrastruktur kota ini sudah dimulai pada tahun 2010.

Dalam kesempatan ini, FSPMI Cirebon menyikapi lima point MoU Pemerintah Kabupaten Cirebon dengan para perusahaan Malaysia dalam pencanangan Cirebon sebagai kota Metropolitan dipandang dari sudut ketenagakerjaan.

Pertama ingin kami tegaskan, bahwa FSPMI bukan anti investor. Kami setuju investor datang ke Cirebon dan menyambut baik modal datang ke Cirebon. Dengan demikian, pabrik-pabrik, perusahaan-perusahaan, akan beroprasi dan para buruh mendapatkan lapangan pekerjaan. Tapi secara bersamaan kami tidak setuju jika buruh dimiskinkan, diperas keringatnya, dan dihisap darahnya oleh mereka.

Dengan bangganya pemerintah Kabupaten Cirebon menyampaikan dihadapan para investor bahwa keunggulan Cirebon adalah upah minimumnya rendah. Itu adalah cara-cara licik pemerintah untuk menarik para investor. Pemerintahan yang pro terhadap kaum pemodal, tidak berpihak pada rakyat khususnya para pekerja/kaum buruh.

Dalam aksi unjuk rasa yang dilakukan FSPMI pada tanggal 3 November 2016, dalam audensi Bupati menyampaikan, bahwa Bupati berpihak pada kaum buruh. Bupati tidak ingin warga Cirebon sengsara dengan upah murah. Tapi ternyata semua itu terjawab. Apa yang disampaikan Bupati hanyalah sandiwara.

Belum lama ini kami FSPMI sedang berjuang dengan kenaikan upah minimum Kabupaten Cirebon yang besarannya tidak sesuai kebutuhan layak buruh Cirebon. Dimana-mana harga kebutuhan pokok, BBM, listrik mengalami kenaikan yang cukup signifikan tapi buruh dicekik untuk dibayar dengan upah murah. Tanggal 26 November 2016 kemarin FSPMI menolak rumusan hasil sidang pleno Dewan Pengupahan Kabupaten Cirebon yang menetukan besaran Upah Minimum Kabupaten Cirebon tahun 2017 sebesar Rp.1.723.058,- berpedoman pada Peraturan pemerintah No.78 Tahun 2015 tentang pengupahan. Nilai ini tidak sebanding dengan nilai kebutuhan buruh/pekerja (komponen hidup layak) sebayak 60 item. Survey yang dilakukan secara independent oleh FSPMI di tiga pasar tradisional Kabupaten Cirebon dihasilkan nilai sebesar Rp.2.500.000.

Kedua, pemerintah wajib memperhatikan hak-hak kaum pekerja yang sudah diamanatkan UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Masih banyak perusahaaan di Kabupaten Cirebon yang jauh dari ketentuan. Para buruh/pekerja dibawah upah minimum. Padahal, upah minimum diperuntukkan bagi pekerja lajang dan nol tahun. Selebihnya perusahaan wajib memberlakukan struktur skala upah. Ini pun jarang dipenuhi.

Jaminan sosial yang selayaknya harus diberikan oleh para pekerja/buruh seperti BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan masih jauh diatas harapan. Kami memintah kepada pemerintah agar kinerja Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan harus ditingkatkan. Hubungan industrial dan syarat kerja harus benar-benar diperketat, lantaran pemerintah mempermudah perizinan tetapi perlu ditegaskan kaitanya dengan syarat kerja jangan coba main-main. Dan juga peraturan daerah tentang ketenagakerjaan harus dikaji ulang.

Ketiga, dengan banyaknya pabrik-pabrik yang beroprasi tentunya banyak serbuan tenaga kerja asing yang akan datang ke Cirebon, harus ada filter terhadap tenaga kerja asing yang masuk ke Cirebon. Kami menolak tenaga kerja tanpa keterampikan diisi oleh tenaga kerja asing. Beberapa hari ini elemen masyarakat melakukan aksi protes pada Bupati Cirebon, mempertanyakan maksud dari Bupati Cirebon mengangkat orang asing sebagai staf khususnya. Staf khusus bupati yang dimaksud adalah Ishtiaq M Khan. Ishtiaq M Khan sendiri merupakan President Director/Chief Executive Officer ANI (Amanah Nusantara International Bhd ), sebuah perusahaan asal Malaysia. Kalau memang ini terbukti maka ini sudah melanggar UU. Undang-undang tidak mengenal adanya staff khusus, apalagi yang bersangkutan adalah orang asing.

Keempat, terlepas dari adanya investor yang begitu besar saat ini, kasus-kasus hubungan industrial, pelanggaran ketenagakerjaan masih tumbuh subur di Cirebon. Belum ada keseriusan dari pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini. Banyak perusahaan yang tidak terdeteksi keberadaanya oleh Disnakertrans Kabupaten Cirebon. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 yang mengatur tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan mewajibkan setiap pengusaha atau pengurus untuk melaporkan secara tertulis setiap mendirikan, menghentikan, menjalankan kembali, memindahkan atau membubarkan perusahaan kepada menteri atau pejabat yang berwenang. Pengusaha atau pengurus wajib melaporkan setiap tahun secara tertulis mengenai ketenagakerjaan kepada menteri atau pejabat yang ditunjuk. Adapun dalam laporan tersebut harus memuat keterangan identitas perusahaan, hubungan ketenagakerjaan, perlindungan tenagakerja dan kesempatan kerja.

Kelima, perusahaan baik yang baru maupun yang sudah lama berdiri tidak antipati mengahadapi berdirinya serikat pekerja. Perusahaan menganggap dengan adanya serikat pekerja adalah sebagai ancaman yang serius. Padahal, keberadaan serikat pekerja dilindungi oleh Undang-undang No.21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja. Dalam Pasal 5 disebutkan, setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. Serikat pekerja/serikat buruh merupakan sarana untuk memperjuangkan, melindungi, dan membela kepentingan dan kesejahteraan pekerja/buruh beserta keluarganya, serta mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan.

Oleh karena itu, pemerintah Kabupaten Cirebon harus memberikan edukasi kepada seluruh perusahaan tanpa terkecuali tentang pentingnya serikat pekerja didalam perusahaan. Tentunya bukan serikat pekerja boneka yang keberadaannya dikendalikan oleh perusahaan sehingga serikat pekerja dapat memperjuangkan secara independent dan mandiri tanpa dibungkam suara-suaranya.

Ini semua harus terjawab oleh pemerintah Kabupaten Cirebon terkait dengan adanya investasi besar-besaran dan menjadikan Cirebon sebagai kota metropolitan. (*)

Mohamad Machbub, Sekretaris Konsulat Cabang Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (KC FSPMI) Cirebon.