Mengapa Kita Harus Berbaik Sangka Pada Papa Setnov?

Massa FSPMI-KSPI demo di Komisi Pembarantasan Korupsi (KPK) menuntut penegakan hukum.

Jakarta, KPonline – Himbauan agar kita tidak berburuk sangka terhadap seseorang yang berinisial Papa Setnov saya rasa benar adanya. Kita tidak pernah tahun rencana Tuhan, bukan? Coba kalau Papa benar-benar hilang ingatan. Masak iya kita masih tega menuntut agar Papa Setnov mempertanggungjawabkan perbuatannya? Apalagi membullynya.

Sungguh, sikap berburuk sangka seperti itu jauh dari nilai-nilai Pancasila. Tidak mencerminkan watak bangsa Indonesia yang welas asih dan gemar memaafkan.

Lepas dari soal moral, himbauan agar kita tidak berburuk sangka tidak hanya terkait dengan ‘praduga tak bersalah’. Tetapi juga tentang nasehat para alim yang mengajarkan agar kita adil sejak dalam pikiran.

Apabila dengan yang lain saja kita begitu toleran, mengapa dengan Papa Setnov tidak? Ingat lo ya, ada banyak nama yang diduga terlibat dalam pusaran kasus e-KTP. Mereka yang diduga terlibat, sebagian masih duduk manis di lembaga Pemerintahan, seperti Gubernur hingga Menteri.

Itu baru satu jenis korupsi. Dugaan korupsi lain, seperti pengadaan Trans Jakarta, RS Sumber Waras, bahkan kasus bank Century, toh hingga saat ini perlakuannya tak sedramatis Papa. Apa karena kita yang gemar pilih-pilih kekasih? Eh, maksudnya, apa kamu juga berfikiran bahwa KPK suka tebang pilih dalam memberantas korupsi?

Tak kurang KSPI sebagai serikat buruh pernah beberapa kali melakukan aksi unjuk rasa di KPK. Mendesak agar berbagai dugaan korupsi di atas diusut tuntas. Bangsa ini tak kunjung sejahtera karena kekayaannya di korupsi. Itulah kenapa, buruh pun ikut memerangi korupsi.

Kembali ke Papa.

Dalam kesempatan ini, saya akan menyampaikan beberapa alasan mengapa kita harus berbaik sangka kepada Papa.

Biar bagaimanapun, dari ratusan wakil rakyat yang terhormat itu, Papa adalah ketuanya.

Mereka (para wakil rakyat itu) dipilih, bukan dilotre. Dan sebagai orang pilihan, tentu saja, mereka bukan orang biasa-biasa saja. Setnov jelas memiliki punya banyak keunggulan. Jadi jangan serampangan menuduh Papa Setnov melakukan perbuatan yang bukan-bukan. Ini sekaligus menjadi alasan pertama, mengapa kalian jangan berburuk sangka kepadanya.

Alasan kedua, saat ini Papa Setnov merupakan Ketua Umum Partai Golkar. Anda tahu, Golkar adalah partai yang pintar. Dikenal gesit dan lihai dalam memainkan percaturan politik di negeri ini.

Di tangan Papa, Golkar membuat Koalisi Kebangsaan yang dibangun poros Prabowo Subianto tumpul. Hasilnya, di parlemen, Koalisi Kerakyatan makin kukuh mendukung pemerintahan Jokowi – JK.

Jika sudah memberikan dukungan, Partai Golkar termasuk yang paling loyal. Bayangkan saja. Meski Ketua Umum-nya ditetapkan sebagai tersangka, mereka masih solid menyatakan dukungan kepada Presiden Joko Widodo dalam Pilpres 2019.

Diperkuat Golkar, tak heran jika Perppu Ormas bisa dengan gampang diloloskan. Begitu juga dengan Presidential Threshold. Di era kepemimpinan Aburizal Bakrie dimana Golkar berada di Koalisi Kebangsaan, bahkan PDI Perjuangan yang mendapatkan kursi paling banyak sekali pun tak kuasa merebut kursi ketua. Koalisi ini bahkan berhasil merebut seluruh pimpinan komisi. Kurang hebat apa coba?

Itu sebabnya. Untuk sebuah konsolidasi politik yang sedemikian kuat demi menjaga kestabilan pemerintahan agar bisa melakukan yang terbaik untuk rakyat, tidak pantas jika kita berburuk sangka untuk pemimpin dengan jasa sedemikian besar seperti Papa.

Hal yang lain, ini yang ketiga, jangan juga mengabaikan fakta, bahwa Papa Setnov pernah menang dalan Praperadilan. Ketika itu, KPK menetapkannya sebagai tersangka. Ini saja sudah cukup untuk membuktikan jika KPK sudah tergesa-gesa dalam menetapkan orang jadi tersangka.

Bukankah lebih baik membebaskan seribu orang penjahat daripada memenjarakan satu orang tak bersalah? Ini apa? Gegap gempita menetapkan jadi Tersangka, tapi keok hanya di tingkat Praperadilan.

Seperti tak mau buruannya lepas, beberapa waktu kemudian, KPK kembali menetapkan Papa sebagai tersangka.

Mari kita pahami ini kalau mau tahu gambaran lengkapnya. Coba kalau KPK tidak lagi menetapkan Papa sebagai tersangka, barangkali tragedi tiang listrik itu tak akan terjadi. Dengan demikian, sudah tahu kan, siapa yang salah dalam hal ini? KPK.

Baguusss…. Kalau itu jawaban kamu, sana pergi ke dokter dan periksa: sesungguhnya yang gegar otak kamu atau tiang listrik yang tertabrak itu?