Mengapa Buruh Bicara Tax Amnesty?

Jakarta, KPonline – Kita pernah mengalaminya. Gerakan menguat, hanya karena ada yang demo naik ninja, kemudian banyak orang menghujat. Mereka mengira buruh tidak bersyukur. Gaji sudah besar, tapi selalu mengeluh kurang.

Sekarang situasi yang sama kembali berulang. Berawal dari Aksi 29 September yang dilakukan serentak di berbagai tempat. Lalu fitnah ditebar. Kepada publik disampaikan bahwa itu adalah demo bayaran.

Bacaan Lainnya

Atas tuduhan itu, buruh bereaksi. Tentu saja, mereka tak terima. Tak ada nasi bungkus dan uang yang mereka dapatkan. Sebaliknya, mereka mendanai sendiri aksi itu. Mengapa mau? Karena buruh sadar, perubahan haruslah diperjuangkan. Berpangku tangan dan menunggu nasib berubah dengan sendirinya adalah bentuk kebodohan.

Tetapi apa boleh buat, apa yang disebut sebagai #SeptemberBergerak itu terlanjur mengembalikan kepercayaan diri kaum buruh.

Kali ini, yang dipermasalahkan adalah tax amnesty. Mereka menganggap isu tax amnesty tak ada sangkut pautnya dengan kaum buruh.

Mereka lupa, barangkali juga tidak tahu, bahwa tolak tax amnesty adalah salah satu isu yang diangkat dalam May Day (Hari Buruh Internasional). Sebelumnya, Rapat Kerja Nasional KSPI mengambil juga tema: “Indonesia Bukan Hanya Milik Kamu.” Apa artinya? Artinya, Indonesia milik kita semua. Milik orang paling kaya dan paling papa di negeri ini. Indonesia tidak hanya diisi para konglomerat, tetapi juga orang melarat. Dari sini bisa dibaca, apa yang dipikirkan kaum buruh melampaui dinding pabrik tempatnya bekerja.

Buruh juga pembayar pajak yang taat. Kemudian ada yang bilang, upah dibawah 4,5 juta tidak dikenakan pajak. Memang, tidak semua gaji buruh melampaui PTKP. Di beberapa daerah, upah minimum bahkan besarnya hanya satu koma sekian juta. Karena itulah, saban tahun, buruh selalu menuntut kenaikan upah. Tetapi jangan lupa. Dengan gajinya yang kecil itu, ketika buruh kredit motor misalnya, ada pajak didalamnya. Bahkan ketika membeli sesuatu di minimarket dekat rumah, ada bea yang dibebankan kepadanya. Juga ketika mereka beli baju, dsb.

Mengapa buruh ngurusin pajak? Satu hal yang pasti, buruh bukan robot. Ia adalah manusia. Bagian dari rakyat Indonesia. Sebagai rakyat, buruh memiliki kewajiban untuk mengkritisi kebijakan yang salah.

Bicara kesejahteraan, naif jika hanya berharap dari gaji pabrik. Dalam hal ini, negara harus hadir. Salah satu bentuk kehadirannya adalah dengan mengalokasikan APBN sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat

Tentu kita tahu, pajak adalah salah satu sumber pendapatan negara. Dengan pajak, negara bisa memberikan jaminan kesehatan, jaminan pendidikan, aneka macam subsidi, dsb. Karena itu, bagi buruh, yang mestinya dilakukan adalah memaksa, bukan memberikan pengampunan (amnesty).

Jelas kan? Mau gajinya diatas atau dibawah PTKP, buruh berkepentingan dengan pajak.

Jika orang yang lalai membayar pajak diampuni, bagaimana dengan mereka yang taat? Disini ada ketidakadilan. Satu hal yang menjadikan buruh bangkit dan melawan.

Maka lihatlah sekarang. Siapa yang berpesta dengan tax amnesty? Para pengusaha hitam. Konglomerat yang selama ini tidak melaporkan hartanya. Enak sekali mereka. Tinggal melakukan deklarasi, cuma kena 2% (untuk tahap pertama) dan selanjutnya lega.

Dalam hal ini saya tertarik dengan pernyataan seorang ahli yang dihadirkan buruh di Mahkamah Konstitusi terkait judicial review tax amnesty.

“Sekali berkhianat dia akan berkhianat kembali untuk yang kedua, ketiga, dan seterusnya…” Siapa bisa jamin dia tidak akan ngemplang pajak lagi? Siapa jamin setelah melakukan repatriasi dananya tidak dibawa keluar lagi?

Pertanyaan selanjutnya, mengapa pengusaha lebih senang menaruh dananya di luar? Apakah memang ada masalah di dalam?

Fotografer: Eddo Dos’Santoz

Pos terkait