Menaker Terbitkan Kepmen Pedoman Cuti Bersama, Buruh: Itu Keputusan yang Diskriminatif

Jakarta, KPonline – Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menandatangani Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 184 Tahun 2017 tentang Pedoman Pelaksanan Cuti Bersama di Sektor Swasta, Senin (19/6/2017) dan mulai berlaku sejak ditetapkan. Kepmenaker tersebut dikeluarkan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2017 tentang Cuti Bersama Tahun 2017.

Disebutkan dalam Kepmenaker tersebut, perusahaan swasta wajib memberi honor atau upah kepada pegawai yang bekerja di hari cuti bersama, layaknya bekerja di hari biasa. Selain itu, perusahaan swasta juga diimbau tidak mengurangi jatah cuti tahunan pegawainya yang bekerja pada hari cuti bersama Idul Fitri pada tanggal 23, 27, 28, 29, 30 Juni 2017. Apabila pegawai swasta tidak bekerja pada hari cuti bersama, maka perusahaan berwenang mengurangi jatah cuti tahunan pegawai yang bersangkutan.

Juga ditegaskan, bahwa cuti bersama dilaksanakan sesuai kondisi dan kebutuhan operasioanal perusahaan. Hal itu dibuat dengan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja atau serikat pekerja, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dan peraturan perundang-undangan.

Wakil Presiden DPP FSPMI Kahar S. Cahyono menilai bahwa kebijakan cuti bersama sebagaimana tersebut di atas bersifat diskriminatif. Hal ini, karena, ada perbedaan antara cuti bersama yang pada Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pekerja/buruh (Pegawai Swasta).

Disebutkan dalam Keputusan Presiden, cuti bersama tidak mengurangi hak cuti tahunan pegawai negeri sipil. Sedangkan dalam Keputusan Menteri Ketenagakerjaan, tegas dikatakan pelaksaan cuti bersama akan mengurangi hak cuti tahunan pekerja/buruh yang bersangkutan.

“Tentu saja, ini meninggalkan tanda tanya untuk kita. Mengapa kebijakan cuti bersama tidak mengurangi hak cuti tahunan hanya untuk pegawai negeri sipil? Bagaimana dengan pegawai swasta, para honorer, atau siapa saja mereka tidak berstatus sebagai PNS? Tegas kita katakan, bahwa ini adalah kebijakan diskriminatif. Sama-sama pekerja, mengapa diperlakukan beda,” kata Kahar, sebagaimana ditulis dalam artikelnya berjudul Kebijakan Diskriminatif Pemerintah.

Hal lain yang berpotensi menjadi masalah, adanya diktum dalam Kepmenaker yang menyebutkan cuti bersama dilaksanakan sesuai kondisi dan kebutuhan operasioanal perusahaan.

“Bagaimana kalau perusahaan ngotot tetap beroperasi? Kami khawatir kebijakan mengenai cuti persama menjadi tidak efektif,” kata Kahar.

Dengan dicantumkannya diktum ini dalam Kepmenaker, Kahar curiga Menaker tidak rela adanya cuti tambahan untuk buruh. Sehingga cuti bersama boleh dilakukan, boleh juga tidak. Tergantung kondisi dan kebutuhan operasional perusahaan.

Kecurigaan ini beralasan. Sebab Kepmenaker dikeluarkan pasca Presiden mengumumkan adanya tambahan cuti bersama. Ketika Keputusan Bersama 3 Menteri mengenai Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2017 muncul, tidak ada keputusan seperti ini.

Agar tidak diskriminatif, kaum buruh mendesak agar pelaksanaan cuti bersama untuk pekerja/buruh disamakan dengan PNS. Seharunya Menaker menegaskan dalam Kepmen, bahwa cuti bersama tidak mengurangi hak cuti tahunan pekerja/buruh yang bersangkutan.