Memperkuat Gerakan Politik Rakyat

Suasana Deklarasi Rumah Indonesia (Jum`at, 9 April 2014)

Jakarta, KPonline – KSPI sudah sampai pada kesadaran, bahwa kesejahteraan adalah tanggungjawab negara untuk mewujudkannya. Karena itulah, KSPI tidak hanya berkutat di dalam pabrik, tetapi juga aktif berjuang di ranah publik untuk menuntut tanggungjawab negara.

Kesadaran ini muncul, sejak KSPI berhasil mengkonsolidasikan elemen buruh dalam payung besar gerakan buruh, yaitu Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI). Melalui gerakan yang dilakukan MPBI, berhasil memperjuangkan kenaikan upah hingga 60%, merubah nilai KHL, bahkan merevisi peraturan terkait outsourcing. Bersama MPBI, KSPI berhasil menggelar aksi May Day yang terbesar sepanjang sejarah Indonesia.

Bacaan Lainnya

Pasca MPBI, KSPI terus berusaha membangun kekuatan aliansi. Hingga kemudian lahir Konsolidasi Nasional Gerakan Buruh (KNGB), dan Gerakan Buruh Indonesia (GBI). Persatuan ini lahir atas satu pandangan, bahwa KSPI tidak mungkin berjuang sendirian.

Keberhasilan ini semakin meningkatkan kepercayaan diri kaum buruh. Sekaligus menumbuhkan kesadaran, bahwa dengan menuntut tanggungjawab negara untuk mewujudkan negara kesejahteraan, nasib kaum buruh dan rakyat kecil bisa diperbaiki. Oleh karenanya, KSPI tidak hanya berbicara terkait PHK, upah, dan outsourcing. KSPI juga berbicara mengenai tax amnesty, menolak kenaikan BBM dan harga sembako, serta mengecam penggusuran dan reklamasi. Hal ini semata-mata didasarkan pada satu pandangan, bahwa gerakan buruh tidak lepas dari gerakan rakyat.

KSPI melihat, bahwa keputusan politik memberikan dampak langsung bagi kaum buruh dan rakyat. Keputusan kenaikan BBM, misalnya, secara langsung berdampak kehidupan rakyat yang makin terbebani. Lahirnya PP 78/2015 menyebabkan upah buruh semakin murah. Belum lagi adanya kebijakan pemagangan, yang kini berubah menjadi oustosucing gaya baru. Semua itu adalah keputusan politik.

Berbagai kebijakan politik pemerintah yang merugikan rakyat, membulatkan tekat KSPI untuk memberikan dukungan kepada calon pemimpin yang bersedia memperjuangkan isu-isu buruh. Dalam Pemilu 2014, KSPI mengusung isu Sepuluh Tuntutan Rakyat (Sepultura). Hal ini kemudian membawa KSPI dengan memberikan dukungan kepada Prabowo Subianto. Dengan kata lain, dukungan KSPI kepada Prabowo bukanlah cek kosong. Tetapi, karena, dari sekian calon presiden, hanya Prabowo yang bersedia membuat kontrak politik dengan KSPI.

Sebelumnya, KSPI berhasil memperjuangkan dua orang kadernya duduk dalam anggota legislatif. Mereka adalah Nurdin Muhidin dan Nyumarno, di Bekasi.

Saat ini, kader KSPI – Obon Tabroni – maju sebagai Calon Bupati Bekasi dari jalur independen. Majunya Obon sebagai Wakil Bupati diyakini sebagai langkah yang baik untuk melawan dominasi elit. Juga memberikan kesadaran politik, bahwa di tangan kader buruh, kebijakan politik yang dilahirkan akan berorientasi pada terciptanya kesejahteraan. Hal ini tercermin dalam gerakan buruh, yang sejak ratusan tahun lalu memperjuangkan kesejahteraan.

Namun demikian, hanya dengan mendirikan dukungan, bagi KSPI tidak cukup. Harus ada partai politik yang lahir dari rahim buruh. Partai politik yang akan memperjuangkan isu-isu buruh dan kerakyatan dengan sekuat-kuatnya, sehormat-hormatnya.

Welfare state atau negara kesejahteraan, tidak akan terwujud jika tidak ada partai politik yang memperjuangkannya. Sedangkan saat ini tidak ada partai politik yang memenuhi kriteria itu. Maka solusinya, partai politik yang akan konsekwen memperjuangkan welfare state haruslah dilahirkan.

Itulah sebabnya, KSPI mendirikan RRI. Ini adalah organisasi massa, lintas elemen. Tidak hanya buruh, di dalamnya ada Petani, Nelayan, Guru, Pemuka Agama, Tokoh, Intelektual, Mahasiswa, Kaum Muda, Kaum Perempuan, Wiraswastawan, dan rakyat kecil Indonesia.

Pemikiran dan ruang gerak KSPI tidak lagi sempit. Tidak hanya urusan pabrik, tetapi juga publik. Tidak hanya membangun hubungan industrial, tetapi juga membangun negara. Bahkan, secara tegas, KSPI mengusung konsep welfare state. Negara kesejahteraan. Menyakini dengan sepenuhnya, bahwa negara ini bukan hanya miliki kamu, tetapi miliki kita. Milik buruh, milik guru, milik petani, milik nelayan, milik seluruh bangsa Indonesia.

Dalam diskusi lebih lanjut, partai politik alternatif yang dibidani oleh KSPI bisa ikut pemilu 2019. Namun upaya untuk mendirikan partai alternatif terkendalah persyaratan Kemenkumham, bahwa partai politik yang ikut pemilu 2019 harus sudah berbadan hukum pada pertengahan tahun 2016. Dengan demikian, opsi untuk membentuk partai sendiri tidak memungkinkan. Solusi yang saat ini diambil adalah dengan menggandeng partai politik yang saat ini sudah ada, dengan beberapa persyaratan, seperti merubah komposisi kepengurusan, hingga AD/ART. Baru kemudian partai baru (tapi lama) ini ikut dalam verifikasi Pemilu oleh KPU, sehingga bisa ikut dalam Pemilu 2019.

Hingga Kongres IV dilaksanakan, partai politik alternatif ini memang belum terwujud. Namun bukan berarti kerja-kerja ke arah itu tidak dilakukan. Hingga saat ini, komunikasi dengan beberapa Partai Politik yang tercatat di Kemenkumham sudah dilakukan.

Justru tantangan kedepan adalah, menyakinkan di akar rumput, bahwa politik bagi kaum buruh adalah keniscayaan. Dengan demikian, massa buruh bersedia bahu membahu memperjuangkan lahirnya partai politik alternative, sama militannya ketika mereka berjuang terkait kenaikan upah.

Pos terkait