Memotret Kegiatan Serikat Pekerja Dari Sisi Yang Berbeda: “Mencicipi tapi tidak membeli…”

Cisarua, KPonline – Hari Sabtu hingga Minggu yang lalu, tepatnya tanggal 19 – 20 November 2016, Media Perdjoeangan Cabang Tangerang mengadakan Latihan Dasar di Training FSPMI, Cisarua. Selain dari Tangerang, pelatihan ini juga diikuti peserta dari DKI Jakarta, Serang, dan Bekasi.

Selama pelatihan, banyak hal yang kami dapatkan. Semua itu menambah wawasan dan pengetahuan kami, bagaimana memaksimalkan kemampuan terkait foto, video, dan tulisan, untuk menyuarakan aspirasi kaum buruh.

Dalam hal ini, Vice Presiden DPP FSPMI, Kahar S. Cahyono, menegaskan bahwa kata adalah senjata. Dalam konteks itu, keberadaan Media Perdjoeangan berkehendak menjadikan aktivitas literasi sebagai bagian dari ikhtiar kaum buruh untuk merebut hak dan menyuarakan aspirasinya.

Minggu itu, usai pelatihan, peserta turun gunung. Terbayang, di rumah, keluarga telah menunggu.

Sekitar pukul 16.00 wib kami meluncur, meninggalkan Training Center.

Sebagai bentuk rasa sayang dan cinta dengan keluarga,  rombongan tim Media Perdjoeangan Tangerang pun mampir untuk membeli oleh-oleh. Ada yang langsung tawar-menawar harga, ada yang sekedar foto-foto segala jenis makanan. Kemungkinan fotonya untuk di kirim ke istrinya melalui WhatsApp, apakah makanan ini yang di minta? Ada juga yang memenuhi permintaan temannya yang nitip dibelikan sesuatu dari Puncak.

Selain itu, sebagai bentuk keisengan, ada yang minta foto bersama dengan pedagangnya yang cantik. Bahkan ada pula yang hanya mencicipi tapi tidak membeli karena harganya yang tidak pas di kantong.

Setelah hampir 20 menit membeli serta mencicipi berbagai macam makanan agar pulang nanti membawa “buah tangan” khas daerah yang kami kunjungi, kami pun mulai bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan ke Tangerang.

Di perjalanan turun gunung ini situasi perjalanan cukup padat merayap. Ketika aku tanya Endi, yang notabene warga Bogor, dia hanya menjawab santai. “Ahh udah biasa bung yang seperti ini kalau di Kota Bogor.”

Selain menerapkan sistem “buka tutup”, seharusnya ada solusi lain untuk menanggulangi kemacetan. Apalagi saat hari  libur dan akhir pekan seperti ini. Tempat yang menjadi destinasi wisata, mestinya bisa ditempuh dengan mudah dan menyenangkan. Bukannya malah membuat orang yang ingin berlibur menjadi stress di jalan.

Obrolan dengan Endi tidak aku lanjutkan. Karena begitu aku melirik ke arahnya, dia sudah tertidur pulas.

Mungkin dia lelah. (*)

Penulis: Ovlost