Melawan Rekayasa

Jakarta, KPonline – Sekitar 500 buruh beserta organisasi masyarakat sipil memperingati ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia ke 71 dengan perlawanan terhadap rekayasa sidang 26 aktivis buruh.  Sebanyak 23 aktivis buruh dari berbagai federasi, 2 pengacara LBH Jakarta, dan 1 mahasiswa menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena memprotes PP Pengupahan pada 30 Oktober 2015. Aksi itu dilakukan oleh organisasi yang tergabung dalam Gerakan Buruh Indonesia seperti KSPI, KPBI, KSPSI, FSPASI, dan FSUI. Dalam sidang pada Selasa, 16 Agustus 2016  itu, buruh memprotes proses persidangan yang diwarnai dengan kesaksian palsu. Kemerdekaan menyampaikan pendapat untuk memprotes pemerintah masih jauh panggang dari pada api.

Lembaga pemerhati HAM Kontras menganggap kriminalisasi terhadap 26 aktivis merupakan ironi bagi bangsa yang sudah merdeka. Koordinator Kontras, Haris Azhar yang hadir dalam aksi memberikan orasinya. Ia mengatakan bahwa proklamasi kemerdekaan tak pernah lepas dari perjuangan anak-anak muda Indonesia. Perjuangan kamu muda dari kalangan buruh,petani dan perempuan adalah kekuatan proklamasi 17 Agustus 1945. Namun miris, 71 tahun berlalu justru anak-anak muda seperti 26 aktivis buruh justru menjadi korban kriminalisasi yang dilakukan oleh negaranya.

Bacaan Lainnya

“Anak-anak muda adalah pejuang kemerdekaan seperti yang para buruh perjuangkan saat ini.Namun ironi saat ini anak anak muda yang berjuang bagi tanah airnya, bagi orang yang miskin agar mendapatkan haknya, justru akan dipenjara.”

Orasi lain juga dilakukan oleh Ketua Serikat Pekerja Nasional Iwan Kusmawan, Sekjend KSPI, Mohammad Rusdi yang juga menjadi terdakwa, Ketua BEM SI Tito Wibisono, Ketua Umum PP KAMMI Nur Rakhmat, Ketua Umum LMND Jami Kuna, dan Ketua PB HMI Haryanto Minsa.

Para aktivis buruh menyerukan seruan kemerdekaan agar tidak ada kata menyerah walau ini merupakan perjuangan panjang. Menurutnya, perlawanan terhadap pemidanaan yang dipaksakan pada 26 aktivis adalah perlawanan terhadap PP Pengupahan 78/2015 yang memiskinkan buruh.

Buruh berulangkali menyatakan protes terhadap sidang kriminalisasi 26 aktivis. Dalam sidang ke 18 itu, jaksa penuntut umum kembali menghadirkan saksi yang tidak relevan dan diduga kuat memberi kesaksian palsu. Ini karena saksi penangkap buruh dari Direskrim Polda Metro Jaya, Mursalim Gultomm tidak mampu membenarkan barang bukti dan memberi jawaban yang berubah-ubah.

Ketika jaksa memutarkan sejumlah video tentang negosiasi dan pengumuman soal pembubaran aksi, saksi ternyata tidak bisa menjelaskan soal informasi adanya negosiasi antara polisi dan buruh. Alhasil, hakim mengatakan bahwa yang diungkapkan saksi menjadi tidak relevan karena saksi tidak mengetahui negosiasi itu. Padahal, jaksa semula menghadirkan saksi untuk membuktikan apakah ada negosiasi dan pengumuman sebelum terjadinya penangkapan.

“Saudara jaksa silahkan saksi ditanya soal pertanyaan yang relevan karena jawaban saksi tidak relevan dengan pertanyaan jaksa,” kata majelis hakim.

Saksi Mursalim Gultom juga diduga kuat menyampaikan keterangan palsu karena tidak konsisten. Mursalim mengaku dalam Berita Acara Pemeriksaan menangkap 7 terdakwa dalam aksi di depan istana tersebut. Namun, etika ditanya siapa saja yang ditangkap, lokasi menangkapnya, Mursalim tidak ingat sama sekali.

“Anda tadi mengatakan ingat secara detail siapa saja yang anda tangkap dan dimana menangkap 7 terdakwa ini, namun mengapa ketika saya bertanya anda tidak mengingat dimana menangkapnya dan siapa saja yang anda tangkap? Buat kami ini tidak masuk akal.” Kata Maruli Rajagukguk, pengacara terdakwa.

Mursalim juga mengatakan bahwa dia sudah melihat pergerakan aksi buruh dari bundaran HI ke istana. Namun, ketika ditanya soal apa yang terjadi pada buruh di Bundaran HI, Mursalim mengatakan bahwa ia tidak berada di Bundaran HI dan hanya mengetahui situasi di Bundaran HI dari teman.

“Tadi saudara mengatakan tahu betul pergerakan buruh di Bundaran HI dan Istana, lalu mengapa sekarang mengatakan tidak ingat dan hanya mendapat informasi dari teman?,” tanya pegacara dari Tim Advokasi untuk Buruh dan Rakyat (TABUR) Maruli Rajagukguk.

Pengacara buruh, Asfinawati bertanya soal BAP yang ditulis oleh saksi sebagai penangkap. Asfinawati hanya ingin mendapatkan ketegasan apakah ketika akan dilakukan pembubaran, mobil komando bergerak atau tidak. Maruli juga kemudian memutarkan sebuah video tentang aksi.

“Mobil komando dari video ini bergerak ya, video ini bisa membuktikan bahwa ada pergerakan dan mundur,” kata Maruli. Mursalim tidak bisa mengelak melihat video ini karena awalnya dia mengatakan bahwa mobil komando tidak bergerak, tapi video mengatakan berbeda. Mobil komando bergerak mundur.

Saksi berulang kali menggunakan dalih tidak tahu ketika pengacara menyajikan barang bukti yang membantah kesaksian.  “Ya pokoknya tidak tahu,saya tidak melakukan itu.” kata Mursalim menjawab soal pergerakan mobil.

Jawaban serupa juga disampaikan ketika terdakwa bertubi-tubi menginterogasi saksi dari kepolisian itu. Sejumlah terdakwa bertanya soal kejadian penangkapan. Tapi saksi yang menggiring 7 terdakwa buruh itu tidak ingat sama sekali soal kejadian penangkapan tersebut. (*)

Pos terkait