Media Sosial Sebagai Alat Perjuangan

Bogor, KPonline – Di hari kedua Pendidikan Media dan Komunikasi yang diadakan oleh SASK Finland dan IndustriALL Global Union, semakin banyak materi yang diberikan. Materi pada sesi pagi hari mengarahkan para peserta pendidikan untuk memaksimalkan peran dan fungsi media sosial sebagai alat perjuangan bagi kaum buruh.

Kembali Petra Braanmark memberikan materi dengan gaya konservatif dan banyak interaksi yang terjadi antara para peserta pendidikan dengan para tutor dan mentor. Interaksi dalam sebuah pendidikan informal seperti ini ternyata malah membuat suasana kelas menjadi lebih hidup. Dikarenakan, bahasa pengantar dalam kegiatan pendidikan Media dan Komunikasi kali ini menggunakan bahasa Inggris. Meskipun, sudah ada Bung Hassan sebagai penerjemah, tetap antusias para peserta dalam bertanya dan menjawab pertanyaan “sebisa mungkin” dan agak sedikit dipaksakan menggunakan bahasa Inggris juga.

Kenapa harus Media Sosial? Pertanyaan yang seperti mudah untuk dijawab tersebut, ternyata menjadi tidak mudah ketika ada banyak tips dan trik dalam menggunakan media sosial sebagai alat perjuangan Kaum Buruh. Bahkan, segudang materi pendidikan diberikan kepada seluruh peserta pendidikan, dengan harapan seluruh peserta dapat memahami fungsi dan manfaat dari media sosial yang digunakan.

Sebut saja Facebook, sebagai salah satu Raja Media Sosial, dimana Indonesia adalah urutan 4 didunia sebagai pengguna Facebook teraktif. Luar biasa bukan? Urutan 4 didunia.

Itu artinya, potensi pangsa pasar Facebook di Indonesia masih sangat tinggi jika dibandingkan dengan jumlah penduduk yang ada. Bagaimana dengan media sosial yang lainnya seperti Twitter, Instagram, Path, SnapChat dan lain sebagainya. Dan tentu menjadi suatu kemungkinan besar, jika “arena pertempuran” antara pihak serikat pekerja/serikat buruh akan bertambah dengan adanya media sosial.

Masih ingatkah dengan “cyber war 2014” antara 2 pasangan calon presiden yang lalu? Sebagian besar penduduk Indonesia “terhanyut” dengan euforia Pemilihan Presiden 2014 hingga saat ini. Bisa kita bayangkan betapa besar dampak sebuah “perang siber” meskipun sudah berlalu 3 tahun lamanya. 2 kelompok pendukung masing-masing calon presiden, masih saling melempar hate speech dan hoax. 3 tahun lamanya dan masih akan berlanjut entah sampai kapan.

Ada kejadian yang cukup menarik pada saat akan dimulainya pendidikan Media dan Komunikasi pada sesi pagi. Salah satu peserta pendidikan meminta izin kepada para tutor dan mentor, agar seluruh peserta mengingat dan merenungkan sejenak atas apa yang terjadi terhadap etnis Rohingya di Myanmar.

Akhirnya, atas kesepakatan bersama, seluruh peserta menundukkan kepala sejenak seraya berdoa menurut keyakinan dan agama masing-masing peserta. Agar, tragedi kemanusiaan yang menimpa Rohingya di Myanmar, segera berakhir dan tidak terjadi kembali di belahan dunia manapun.

Jadi, apakah hari ini kawan-kawan buruh sudah membaca berita tentang tragedi kemanusiaan Rohingya di Myanmar? Apakah kawan-kawan buruh tergerak hatinya untuk membantu Rohingya dalam hal apapun? Salah satunya yaitu dengan melakukan sesuatu hal yang kecil tetapi berdampak sangat besar. Yaitu berbagi berita dan cerita tentang Rohingya di media sosial yang dimiliki oleh masing-masing pribadi kawan-kawan buruh.

Dengan menekan tombol klik “bagikan” di Facebook atau me-retweet di Twitter atau beragam bentuk “berbagi” di media sosial manapun. Berbagi adalah salah satu bentuk solidaritas yang nyata dalam kehidupan kita saat ini sebagai makhluk sosial. Jadi berbagilah mulai saat ini. Meskipun hanya sebatas melalui media sosial. Karena kata-kata adalah senjata, pun begitu dengan media sosial yang akan kita gunakan sebagai senjata baru Kaum Buruh.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2 Komentar