Lakukan Aksi serentak, KSPI Desak Kepala Daerah Se-Indonesia Lawan Pemerintahan Jokowi

Lakukan Aksi serentak, KSPI Desak Kepala Daerah Se-Indonesia Lawan Pemerintahan Jokowi

Jakarta,KPOnline-Hari ini, Selasa (20/10/2015), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia melakukan aksi serentak di berbagai wilayah di Indonesia seperti Aceh,  Sumut, Batam, Lampung, Banten, DKI, Jabar, Jateng, Jatim, Gorontalo dan daerah lainnya mengajak dan mendesak para Gubernur dan Bupati agar menolak dan melawan perintah Jokowi terkait dikeluarkanya Paket kebijakan ekonomi ke IV dan RPP Pengupahan dimana kenaikan upah akan dipatok hanya berbasis kenaikan inflasi dan Pertumbuhan ekonomi.

Bacaan Lainnya

Presiden KSPI Said Iqbal menjelaskan, dasar penolakan tersebut karena pemerintahan Jokowi-JK dianggap telah merampas hak serikat pekerja untuk terlibat dalam menentukan kenaikan upah minimum. Dikatakannya, keterlibatan serikat pekerja dalam menentukan kenaikan upah merupakan sesuatu yang sangat prinsip. “Di seluruh dunia, kenaikan upah selalu melibatkan serikat pekerja. Dengan menetapkan formula kenaikan upah sebatas inflansi + pertumbuhan ekonomi.” Tegasnya dalam keterangan pers di Jakarta.

Aksi Buruh menutup jalan tol Cikampek terkait kenaikan Upah tahun 2011 ( foto : IIP )
Aksi Buruh menutup jalan tol Cikampek terkait kenaikan Upah tahun 2011 ( foto : IIP )

 
Dirinya pun membandingkan, pemerintahan Jokowi – JK saat ini dianggap lebih kejam dibandingkan dengan massa pemerintahan era Presiden Soeharto. “Pada masa Orde Baru, serikat pekerja dilibatkan dalam kenaikan upah minimum melalui mekanisme tripartit (buruh – pengusaha – pemerintah). Saat itu acuan yang digunakan adalah Kebutuhan Fisik Minimum (KFM), kemudian dirubah menjadi menjadi Kebutuhan Hidup Minimum (KHM), dan saat ini kita menggunakan Kebutuhan Hidup Layak (KHL).” Terangnya.

Selain itu, dirinya pun juga menyebutkan jika upah dasar di Indonesia Masih Lebih Rendah Jika Dibandingkan Dengan Negara-Negara Lain di ASEAN.

“Upah minimum di Thailand  3.5 juta China  3,9 juta, bahkan Filipina mencapai 4.2 juta. Sementara itu, upah minimum rata-rata di Indonesia hanya berada dalam kisaran 2 juta. Di Jakarta saja, sebagai ibu kota negara, upahnya hanya 2,7 juta.”Katanya.
 
“Apabila kenaikan upah ditentukan hanya sebatas inflansi + pertumbuhan ekonomi, maka setiap tahun penyesuaian upah di Indonesia hanya dalam kisaran 10 persen (bahkan bias lebih kecil). Sudahlah upah Indonesia rendah, kenaikan upahnya pun sangat rendah.” Imbuhnya.

Dirinya pun menganggap jika RPP Pengupahan Didalangi “Pengusaha Hitam” Yang Serakah dan Rakus. Belum lagi, lanjutnya, dalam paket ekonomi jilid I – III, pengusaha sudah mendapatkan semua kemudahan yang mereka inginkan. Serikat pekerja pun mendukung langkah pemerintah untuk melindungi dunia usaha dengan penurunan tarif listrik untuk industri, gas untuk industri, dan memberikan bantuan/kemudahan bagi pengusaha yang tidak melakukan PHK terhadap pekerja.
 
“Tetapi dalam paket ekonomi jilid IV, yang diterima kaum pekerja seperti susu dibalas air tuba. Kenaikan upah dibatasi hanya sebatas inflansi dan pertumbuhan ekonomi, dan bias dipastikan nilainya akan sangat kecil sekali. Dengan kata lain, pemerintah telah membuat kebijakan yang berorientasi terhadap upah murah. Kebijakan seperti ini curang dan tidak adil bagi buruh.” Tambahnya.

Said pun menganggap jika formula kenaikan upah minimum yang diatur dalam RPP Pengupahan bertentangan dengan Konstitusi. Hal ini ditegaskan dalam UU No. 13 Tahun  2003, setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.Tetapi dengan adanya RPP Pengupahan, KHL tidak lagi dipakai sebagai salah satu acuan untuk menetapkan kenaikan upah minimum. “Hal seperti ini jelas merupakan pelanggaran terhadap konstitusi.”

Dan yang harus dipahami dalam Krisis ekonomi seperti sekarang ini, kemungkinan hanya  akan berlangsung 1 – 2 tahun. Ancaman PHK besar-besaran juga tidak terbukti dan perlahan mulai kembali normal. Maka solusinya bukan mengeluarkan RPP tentang Pengupahan. Sebab Peraturan Pemerintah bisa berlaku hingga 20 tahun, bahkan 30 tahun. “Persoalan jangka pendek, jangan dijawab dengan kebijakan jangka panjang, yang orientasinya terus-menerus memiskinkan kaum buruh.”Tegasnya.

oleh karena itu, sikap KSPI dalam berbagai permasalahan ini sangat jelas bersikap dan sebab itu maka dalam aksi tersebut tuntutan KSPI adalah:

1.Meminta kepada Gubernur/Bupati/Walikota untuk menyampaikan rekomendasi kepada Presiden agar menolak RPP tentang Pengupahan dan formula kenaikan upah minimum dengan rumus inflansi + pertumbuhan ekonomi. Terutama pasal 43 & 44, karena akan menjadi pintu masuk politik upah murah dengan alasan mendatangkan investor ke Indonesia.

2.Serikat pekerja/serikat buruh, melalui wakilnya yang duduk dalam Dewan Pengupahan, harus dilibatkan dalam menentukan kenaikan upah minium. Dengan kata lain, pada prinsipnya, kenaikan upah minimum wajib dirundingkan dengan serikat pekerja.

3.Meminta kepada Pemerintah untuk menghentikan segala pembahasan terkait dengan RPP tentang Pengupahan dan formula kenaikan upah minimum sebesar inflansi + pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, yang harus dilakukan Pemerintah adalah memanggil semua unsur tripartit untuk bernegosiasi tentang isi RPP Pengupahan dan formula kebaikan upah minimum, dengan tetap mengacu pada KHL.

4.Meminta agar komponen KHL yang saat ini ada ditingkatkan menjadi 84 item dan memperbaiki kualitasnya. Dengan demikian, nantinya akan ketemu angka rata-rata upah dasar di Jabodetabek dan kota-kota industri yang lain sebesar 3,7 juta. Untuk saat ini, kenaikan upah menjadi 3,7 juta merupakan langkah yang tepat untuk memastikan agar daya beli tetap terjaga.

5.Meminta agar struktur, skala & Rasio upah menjadi wajib (apabila hal ini tidak diterapkan, kita meminta ada sanksi pidana), terutama bagi pekerja/buruh yang memiliki masa kerja diatas 1 tahun.

6.Mendesak Gubernur dan Bupati/walikota menetapkan kenaikan UMP/K Tahun 2016 sebesar 22% dari 2015 dan menetakan upah minimum sektoral minimal 5% dari UMP/UMK yang diputuskan.

Pos terkait