KSPI Kecam Pernyataan Wapres Jusuf Kalla di APRM ILO

Nusa Dua, KPonline – KSPI dan buruh Indonesia tidak sependapat dengan pernyataan Wapres Jusuf Kalla yang disampaikan dalam pembukaan “16th Asia and Pacific Regional Meeting” di Bali yang diselenggarakan tanggal 6 – 9 Desember 2016. Dalam sambutannya, Wapres menyatakan bahwa penetapan pemerintah Indonesia dalam kenaikan upah minimum hanya mempertimbangkan nilai inflasi dan pertumbuhan ekonomi adalah keputusan yang terbaik sehingga memberikan kepastian dalam iklim investasi. Menurutnya, kebijakan ini bisa dijadikan contoh oleh negara-negara Asia Pacific lainnya.

Pernyataan Wapres sesungguhnya adalah formula kenaikan upah yang tertuang dalam PP 78/2015, yang di tolak keras oleh kaum buruh.

Bacaan Lainnya

“Justru PP 78/2015 ini memberikan ketidak pastian bagi kesejahteraan dan peningkatan daya beli buruh akibat kebijakan upah murah tersebut,” ujar Presiden KSPI Said Iqbal.

Hal ini terlihat dari data BPS yang menyatakan menurunnya angka konsumsi yang disumbangkan terhadap pertumbuhan ekonomi. Belum lagi fakta data ILO dalam bukunya “trend ketenagakerjaan di Indonesia 2014-2015 hal 28 ” yang menyebutkan bahwa upah rata-rata di Indonesia $174/bulan. Jauh di bawah Vietnam ($181) dan Thailand ($357).

Keberadaan PP 78/2015 membuat upah makin murah. Akibatnya, kebijakan ini memiskinkan buruh Indonesia. Makin tidak pasti masa depan kehidupan kaum buruh dan keluarganya. Sementara, dengan PP 78/2015 pengusaha makin diproteksi dengan “surga upah murah”.

Itulah sebabnya, buruh menilai, penyataan Wapres dalam acara internasional ILO yang dihadiri berbagai perwakilan negara dari unsur menteri, organisasi pengusaha, dan serikat buruh (termasuk KSPI) sangat menyakitkan dan menciderai rasa keadilan kaum buruh.

Pidato Wapres bahkan bertolak belakang dengan isi pidato presiden serikat buruh se Asia Pacific (ITUC AP) yang meyatakan upah minimum di Indonesia dan negara Asia Pacific lainnya masih rendah. Bahkan di Indonesia aksi buruh yang damai dihadapi dengan kekerasan dan kriminalisasi oleh aparat, dan terlihat sekali pidato Wapres tentang upah sangat melindungi kepentingan kelompok pengusaha saja dan mengabaikan suara buruh. Melalui PP 78/2015 tersebut hak berunding kenaikan upah minimum serikat buruh dihapus oleh pemerintah indonesia.

“Kalau begitu buat apa bicara kerja layak yang berkesinambungan (SDGs) bisa dibicarakan, kalau hak bicara dan berunding saja bagi serikat buruh sudah hilang? Banyak peserta peserta pertemuan internasional ILO tersebut dari unsur buruh yang kecewa dan tidak berkenan dengan isi pidato Wapres Jusuf Kalla, khususnya masalah upah layak dan kerja layak,” pungkas Said Iqbal. (*)

Fotografer: Rusdi

Pos terkait