“Kita tidak sedang berbasa-basi…”

Jakarta, KPonline – Bagi FSPMI-KSPI, kepentingan kaum buruh adalah segala-galanya.

Hal ini sejalan dengan cita-cita awal pendirian FSPMI. Untuk memurnikan kembali gerakan buruh.

Oleh karena itu, serikat harus bekerja dan mengabdi pada kepentingan buruh. Dalam bahasa lain, fungsi serikat pekerja adalah untuk membela, melindungi, dan memperjuangkan hak serta kepentingan kaum buruh.

Fungsi ini menjadi semacam janji yang harus diwujudkan. Itulah sebabnya, FSPMI, di berbagai daerah terus bergerak. Banyak buruh yang kemudian berbondong-bondong masuk dan bergabung menjadi anggota FSPMI. Mereka percaya, organisasi ini mampu memperjuangkan kepentingan mereka.

Ketika kemudian FSPMI-KSPI memutuskan untuk mendukung Anies – Sandi, banyak orang yang nyinyir. Mereka bilang FSPMI underbow Gerinda dan PKS. Ada berspekulasi, elit FSPMI orangnya Prabowo.

Apalagi, dalam Pilres tahun 2014, FSPMI-KSPI juga menjadi pendukung Prabowo. Dukungan ini diperkuat dengan adanya kontrak politik: SEPULTURA.

Ketika kemudian FSPMI-KSPI melakukan kritik keras terhadap Anies – Sandi karena kontrak politik diingkari(sebagaimana tahun-tahun sebelumnya FSPMI juga lantang melakukan kritik terhadap terhadap Ahok), ada juga yang mengatakan FSPMI adalah kecebong atau Ahoker yang disusupkan.

Sebagian yang lain girang “nyukurin” FSPMI-KSPI karena kontrak politiknya tidak dijalankan.

Tetapi kita tidak bergeming. Karena kita tahu, kontrak politik hanyalah sekedar cara untuk memastikan isu dan kepentingan buruh diperhatikan dalam proses pengambilan kebijakan. Jika kepentingan buruh diabaikan, mendukung atau tidak mendukung sekali pun, FSPMI-KSPI akan berada di garda terdepan untuk melawan.

Bahkan seandainya Prabowo menjadi Presiden, FSPMI tetap akan menjadi serikat pekerja yang kritis dan bersuara lantang ketika hak-hak kaum buruh diabaikan.

Inilah yang membuat kita sebagai anggota makin bangga dengan FSPMI. Para pemimpin kita ternyata konsisten berada di garis perjuangan.

Buktinya sudah ada. Ketika kontrak politik di langgar dan upah diputuskan murah, mereka berada di baris terdepan melakukan perlawanan. Bukti bahwa kita tidak sedang berbasa-basi.

Pertanyaan kita adalah, apakah mendapat upah lebih besar dari PP 78/2015 hanya keinginan dari FSPMI-KSPI? Ketika kemudian upah ditetapkan murah, mengapa mereka tidak marah dan melakukan perlawanan lebih keras dari yang kita lakukan?

Jangan berkecil hati. Sebab sejarah mencatat bahwa, kita sedang dan akan terus melawan!