Keselamatan Pekerja Tambang: Diantara Tarik Ulur Kementerian ESDM dan Ketenagakerjaan

Buruh melakukan unjuk rasa di depan DPR RI menunrut ratifikasi Konvensi ILO 176.

Jakarta, KPonline – Tanggal 14 April 1973, Presiden Soeharto mengesahkan Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 1973 Tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan.

Inti dari Peraturan Menteri tersebut adalah, pengawasan atas keselamatan kerja dalam bidang Pertambangan diserahkan kepada Menteri Pertambangan (sekarang Menteri ESDM). Dimana dalam melakukan pengawasan atas keselamatan kerja dalam bidang Pertambangan, Menteri ESDM berpedoman kepada Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 serta peraturan-peraturan pelaksanaannya.

Bacaan Lainnya

Latar belakang penunjukan Menteri Pertambangan (sekarang Menteri ESDM)untuk melaksanakan Undang-undang Keselamatan Kerja khususnya di bidang Pertambangan yang sedang berkembang pesat, diperlukan pengawasan lengkap dengan tenaga-tenaga staf, yang memadai baik kualitas maupun kuantitasnya. Tenaga-tenaga tersebut, yang memiliki keahlian dan penguasaan teoritis dalam bidang-bidang spesialisasi pertambangan dan memiliki cukup pengalaman, telah ada di Departemen Pertambangan.

Dalam pelaksanaannya, Kementerian ESDM harus berkoordinasi dengan Kemeterian Ketenagakerjaan. Tetapi sampai saat ini terkesan jalan sendiri-sendiri. Bahkan nyaris tanpa koordinasi.

Dalam Peraturan Pemerintah, Menteri ESDM harus memberikan laporan berkala kepada Kementerian Ketenagakerjaan. Apakah ada laporan tersebut? Nampaknya tidak ada.

Padahal koodinasi diperlukan. Sebagai contoh, ketika terjadi kecelakaan kerja, hak-hak pekerja akan dibayar jika tidak nota pengawas. Sedangkan yang memiliki kompentensi untuk membayar hak pekerja yang mengalami kecelakaan kerja adalah pengawas ketenagakerjaan.

Bagaimana hal ini bisa dibayar, apabila tidak ada koordinasi?

Ketika menjadi pembicara dalam seminar K3 Tambang di Jakarta, Kepala Seksi Pengawasan Norma Ergonomi & Lingkungan Kerja Kemenaker RI M Fertiaz, mengtakan, sebuah negara yang telah merativikasi Konvensi ILO 176 harus melaporkan ke Internasional. Jika di Indonesia saja tidak dilaporkan, bagaimana mungkin mau melaporkan ke internasional?

Nampaknya, ada kekhawatiran, jika meratifikasi, buruknya kondisi kerja pertambangan di Indonesia akan diketahui duni internasional.

Kunci agar Konvensi ILO 176 diratifikasi adalah persetujuan dari Kementerian ESDM.

Kalau ESDM tidak setuju, maka Kementerian Ketenagakerjaan tidak bisa berbuat banyak. Sayangnya, menurut kalangan pekerja, justru Kementerian ESDM lah yang hingga saat ini belum menyetujui ratifikasi Konvensi ILO 176.

Baca artikel lain tentang K3 Pertambangan:

Artikel 1: Memetakan Serikat Pekerja dan Asosiasi Pengusaha di Industri Tambang

Artikel 2: “Kami Tidak Akan Berhenti dan Menunggu untuk Mengirimkan Lagi Ucapan Duka Cita”

Artikel 3: Jalan Panjang Menuju Ratifikasi Konvensi ILO 176

Artikel 4: Keselamatan Pekerja Tambang: Diantara Tarik Ulur Kementerian ESDM dan Ketenagakerjaan

Artikel 5: Negara-negara yang Sudah Meratifikasi Konvensi ILO 176

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *