Kesaksian Anggota Garda Metal Yang Kini Menjadi Petani

Malam ini dari desa nun jauh dari hingar bingar kota dan hiruk pikuk politiknya, saya sedikit terusik dengan postingan photo melalui akun fanpage Denny Siregar yang begitu banyak followernya.

Hati kecil saya terusik atas postingan yang memprovokasi publik — atau dengan sengaja merendahkan martabat pasukan pengaman aksi-aksi kelas pekerja yang khas dengan seragam merah hitamnya, yaitu Garda Metal. Denny menamakan Garda Metal sebagai ‘pasukan nasi bungkus’.

Bacaan Lainnya

Hampir tiga tahun lebih saya menjadi pengurus tingkat kota dalam pasukan pengaman tersebut. Tidak pernah ada didikan untuk kami, berjuang hanya mengharap sebungkus nasi.

Perlu publik tahu, bahwa Garda Metal adalah pasukan pengaman aksi-aksi kelas pekerja. Kami bukan direkrut seperti pasukan perang. Kami rutin membayar iuran wajib untuk perputaran roda organisasi setiap bulan. Kami bukan pasukan bayaran.

Perjuangan yang kami lakukan, sedikit banyak sudah dirasakan manfaatnya oleh rakyat Indonesia. Dari pelaksanaan UU SJSN, BPJS Kesehatan, Jaminan Pensiun, dan sebagainya, Garda Metal ada terlibat didalamnya.

Tapi kenapa, hanya karena kami mengamankan aksi kelas pekerja menolak tax amnesti tempo hari seolah publik digiring dan menjustifikasi kami bahwa kami pasukan sakit hati pasca pilpres.

Kami sudah lupakan itu semua. Catat!

Publik jangan terlena dengan janji-janji manis tax amnesti yang entah kemana peruntukannya juga belum pasti. Pun juga dimana letak rasa keadilannya, para cukong berpuluh-puluh tahun menunggak pajak mendapat kemewahan fasilitas negara, sedangkan kami para pekerja yang saban bulan belum resmi mengambil uang gajian sudah rutin terkena pajak Pph-21.

Dimana rasa keadilan itu?

Mendidih isi kepala saya ketika melihat para cukong pengemplang pajak diampuni dosa-dosanya terhadap negara, sedangkan rakyat kecil seolah dicambuk terus guna menutupi defisit anggaran negara.  Pembangunan infrastruktur yang pemerintah bangga-banggakan pasca realisasi penerimaan dana amnesti pajak pun untuk memuluskan sendi-sendi kepentingan pemodal. Bandara, jalan tol dan lainnya untuk siapa kalau bukan untuk pemodal. Mestinya, para taipan cukong-cukong pengemplang pajak dikenakan pajak progresif bukan malah diampuni.

Jauh dari kota, didesa tempat saya tinggal sekarang mana ada pembangunan infrastruktur dan SDM yang kelak akan menjadi pondasi kemajuan bangsa, dana desa tak lebih 20 juta setiap 5 tahun.

Kembali lagi soal amnesti pajak. Dulu pernah dicoba untuk menarik dana yang ada di luar negeri, tapi masalahnya adalah kita (Pemerintah Indonesia), menganut sistem lalu lintas devisa bebas—jadi dana yang “ditarik dari luar negeri” kapanpun bisa kembali dengan cepat ke luar negeri. Ini juga yang merupakan manipulasi Tax Amnesti–dana masuk, lalu keluar lagi.

Sekali lagi, ini soal martabat dan harga diri saya yang pernah menjadi anggota garda metal, jangan giring persepsi publik untuk menjustifikasi negatif pasukan rakjat ini. Karena sosok pemilik fanpage ini tak lebih dari pendukung pemerintahan sekarang ini yang taklid buta. Enggan melihat suatu hal yang salah dan turut meluruskan apa yang jadi masalah di kabinet pemerintahannya.

Ingat, pemerintahan tanpa oposisi hanya melahirkan pemimpin penindas.

Aluta Continua!

Penulis: Eksan Hartanto

Pos terkait