Keinginan Apindo Membayar Upah Buruh Sektor Garmen Lebih Rendah Dari UMK Melanggar Hukum

Bandung, KPonline – Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jabar Ferry Sofwan menyatakan tidak ada aturan yang bisa menjadi landasan hukum untuk menerbitkan upah minimum sektor provinsi sektor garmen di Kota Bekasi, Kabupaten Bogor, Purwakarta dan Depok, yang nilainya lebih rendah dari upah minimum.

Pasalnya, kata Ferry, hasil konsultasi dengan Kementerian Tenaga Kerja tidak dibolehkan upah yang diberikan perusahaan lebih rendah dari upah minimum kota (UMK).

Sebagaimana diketahui, perusahaan-perusahaan di empat daerah tersebut meminta upah untuk sektor garmen lebih rendah dari UMK yang telah ditetapkan.

Seperti Kota Bekasi dari UMK Rp3.601.650 mereka mengusulkan untuk upah minimum sektor provinsi sektor garmen Rp3.100.000, Kabupaten Purwakarta dari Rp3.169.549 menjadi Rp2.546.744, Kabupaten Bogor Rp3.204.551 menjadi Rp2.810.150 dan Kota Depok Rp3.297.489 menjadi Rp2.930.000. Angka-angka yang diusulkan lebih rendah dari UMK.

“Kami rapat dan konsultasi ke Kementerian Tenaga Kerja dan hasilnya tidak boleh lebih kecil dari UMK. Tidak ada rujukan hukumnya bila keinginan mereka itu ditetapkan,” kata Ferry, Rabu (31/5/2017)

Jika Bekasi, Bogor, Purwakarta, Depok disetujui, bukan tidak mungkin daerah lain juga akan mengusulkan hal yang sama. “Nanti ada daerah lain juga yang ingin mengusulkan. Kita tidak menampikan kondisi yang ada. Tapi kita harus liat regulasi,” ujarnya.

Untuk itu, pihaknya bersama instansi terkait akan berkonsultasi kembali ke Kementerian Tenaga Kerja untuk membahas masalah ini. “Posisinya tidak ada regulasi. Nanti Kamis atau Jumat dibahas di Jakarta. Kalau perlu dibahas juga di Apindo pusat,” ucapnya.

Apindo Minta Upah Buruh Garmen di Bawah UMK

Sebelumnya Apindo Jabar meminta gubernur mengeluarkan aturan baru mengenai upah khusus karyawan garmen, agar bisa di bawah UMK. Apindo mengklaim ada 86 perusahaan garmen di empat wilayah itu yang terancam gulung tikar karena tidak bisa membayar upah karyawan sesuai UMK.

Mereka beralasan, penetapan upah minimum di daerah tersebut terlalu tinggi.

Ketua Apindo Jabar Dedy Widjaya menyatakan, payung hukum untuk upah sektor garmen ini menjadi sangat penting, pasalnya kata dia perusahaan-perusahaan garmen di empat wilayah tersebut tidak sanggup membayar upah karyawan jika masih mengacu kepada upah minimum di masing-masing kabupaten kota.

“Kalau tidak ada keputusan gubernur upah khusus untuk garmen ini mungkin buyernya tidak akan menempatkan ordernya lagi di pabrik-pabrik yang ada di Jabar,” kata Dedy.

Bila itu terjadi, lanjut Dedy, bukan hanya sebanyak 86 perusahaan di empat wilayah itu yang akan gulung tikar, juga akan berdampak pada 97.500 karyawan terancam kena PHK.

“Jadi ini penting. Karena deadline dari buyer kepada pabrik yang ada di Jabar deadline sampai Juni,” ujarnya.

Di tempat yang sama, Ketua Apindo Kabupaten Purwakarta Gatot Prasetyoko berharap, penetapan besaran upah pegawai untuk industri Garmen ini segera ditetapkan.

Sebab sebagian besar perusahaan garmen di wilayahnya mengaku tidak sanggup membayar upah pegawai sesuai dengan UMK yang ditetapkan November tahun 2017 lalu tersebut.

“Ini kalau tidak ada upah khusus harus ikut upah minimum kabupaten. Perusahaan enggak mampu bayar. Enggak mampu akhirnya mendapat komplain dari buyer, inginnya ada upah khusus,” ucapnya.

Menurut dia, upah sektor garmen tentu diharapkan akan lebih rendah dari UMK. Di Kabupaten Purwakarta saja contohnya, dari UMK Rp2.352.000 tahun ini meningkat jadi sebesar Rp3,1 juta.

“Nah kita inginnya dari Rp2.352.000 menjadi Rp2.546.000 (untuk sektor garmen),” ujarnya.