Kartu Pekerja Diluncurkan, Ini Tanggapan Presiden KSPI

Jakarta, KPonline – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) setuju dan mendukung program Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang berorientasi kepada kesejahteraan. Namun demikian, dalam pelaksanaan di lapangan dan aturan kebijakannya harus tetap dikritisi dan diperbaiki secara bertahap.

“KSPI menyambut baik keseriusan Pemprov DKI untuk mensejahterakan kaum buruh tersebut,” demikian disampaikan Presiden KSPI Said Iqbal di Jakarta, Jum’at (12/1/2018).

Namun demikian, lanjut Iqbal, implementasi dari program tersebut harus tepat sasaran dan tidak menimbulkan masalah konflik horisontal di kalangan buruh serta hanya sekedar program pencitraan.

Karena itu, pada tahap pertama; penerima kartu pekerja adalah pekerja penerima upah minimum (UMP) yang menurut definisi UU No 13/2003 adalah pekerja yang memiliki masa kerja kurang dari 1 tahun dan baru pertama kali masuk kerja setelah lulus sekolah.

Pertanyaannya adalah, apakah semua pekerja yang memiliki masa kerja di atas 1 tahun, seperti yang sudah bekerja 5, 7, 10, hingga 30 tahun tetapi masih menerima UMP juga akan menerima kartu pekerja?

Karena faktanya jumlah penerima kartu pekerja tersebut saat peluncuran hanya sekitar 35 ribu orang pekerja. Padahal apabila memakai definisi pekerja penerima UMP seperti yang KSPI sebutkan di atas, jumlah penerima kartu pekerja adalah lebih 500 ribuan orang pekerja.

Akibatnya, secara teknis di lapangan akan terjadi konflik horisontal karena tidak semua pekerja penerima UMP mendapat kartu pekerja. Akhirnya program ini terkesan pencitraan saja hanya sekedar sudah memenuhi janji kampanye kepada buruh tetapi sesungguhnya hanya basa basi.

Pertanyaan berikutnya, berapa dana anggaran untuk program ini? Pasti dana APBD DKI Jakarya hanya terbatas dengan jumlah penerima kartu pekerja juga akan terbatas. Padahal yang dibutuhkan adalah sejumlah dana APBD DKI Jakarta yang dapat dibayarkan untuk sekitar 500 ribuan pekerja penerima UMP yang kira-kira anggarannya triliunan rupiah, pasti APBD DKI Jakarta tidak cukup. Sehingga, akhirnya program ini akan jalan sekedarnya dan tidak tepat sasaran serta tidak akan meningkatkan kesejahteraan buruh DKI Jakarta.

Pertanyaan selanjutnya, apakah kartu ini juga berhak didapatkan pekerja yang ber-KTP DKI tapi bekerja di luar DKI Jakarta?

“Berdasarkan hal tersebut di atas, KSPI berpendapat, jangan program yang baik ini, ujung-ujungnya hanya mensubsidi perusahaan menengah atas dan multi nasional dengan menggunakan uang negara yang berasal dari pajak rakyat. Karena perusahaan menengah atas inilah yang banyak mempekerjakan buruh kontrak dan outsourcing dengan masa kerja di atas 1 tahun yang menerima UMP,” tegas Said Iqbal.

Bisa jadi, program kartu pekerja tidak akan sesuai harapan buruh dan menyimpang dari visi misi gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta dalam janji kampanyenya.

KSPI berharap, selain meluncurkan program kartu pekerja, Gubernur DKI Jakarta tetap mempertimbangkan agar UMP DKI tidak lebih rendah dari UMK Karawang dan Bekasi.

“Mohon kiranya Gubernur DKI Jakarta segera memutuskan nilai upah minimum sektoral (UMSP) sesuai harapan buruh agar daya beli masyarakat DKI meningkat di tengah harga beras, listrik, BBM, dan lainnya yang melambung tinggi,” pungkasnya.