Ini Alasan Serikat Buruh Menolak Kenaikan Tarif STNK, BPKB, BBM, dan TDL

Jakarta, KPonline – Kebijakan pemerintah menaikkan tarif pengurusan STNK dan BPKB hingga 2-3 kali lipat, akan merugikan daya beli masyarakat. Apalagi di saat yang sama tarif listrik dan bahan bakar minyak (BBM) juga naik. Kenaikan ini sangat mengecewakan. Terlebih lagi, pelayanannya juga masih terbilang buruk.

Hal ini disampaikan Presiden KSPI Said Iqbal di Jakarta, dalam sebuah konferensi pers. Menurut Said Iqbal, buruh menolak semua kenaikan ini. Terkait BBM dan listrik, misalnya. Apa yang salah dengan subsidi? Bahkan subsidi adalah hak rakyat. Janganlah pemerintah membuat kebijakan yang justru menyengsarajan rakyatnya sendiri.

Bacaan Lainnya

Ada yang mengatakan, kenaikan STNK dan BPKB itu sebenarnya hal biasa. Karena dari tahun 2010 tidak naik, sedangkan material bahan sudah naik.

Lagian kan yang disasar orang mampu, masak dah punya motor masih mau dibilang gak mampu sehh.. Miskin amat. Lagian kenaikannya juga gak tinggi-tinggi amat dan bukan kebutuhan pokok yang harus dibeli setiap hari seperti BBM,” kata seorang netizen di akun media sosialnya.

Dia lupa. Bahkan kenaikan itu bersamaan dengan kenaikan BBM dan tarif listrik. Sesuatu yang akan berdampak langsung bagi masyarakat.

Tidak hanya Said Iqbal. Ekonom Institute Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menegaskan, bahwa target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1% akan sulit tercapai. Ini akibat kado pahit yang diberikan pemerintah di awal tahun 2017 dengan berbagai kenaikan seperti tarif listrik, harga Bahan Bakar Minyak (BBM), sembako hingga lonjakan biaya pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB).

Kenaikkan BBM dan TDL akan menyebabkan inflasi. Apalagi ditambah dengan kenaikan sejumlah barang kebutuhan pokok lainnya.

“Ini (kenaikan tarif listrik) sudah mulai berlangsung sampai Mei nanti secara bertahap. Ini akan ber-impact langsung pada inflasi. Apabila ini dilakukan bersamaan dengan penyesuaian harga BBM, maka mengakibatkan juga daya beli masyarakat terutama menengah ke bawah langsung terkoreksi,” katanya, seperti dikutip sindonews.

Lebih lanjut dia menjelaskan, tahun ini pertumbuhan ekonomi Indonesia mayoritas didorong oleh konsumsi rumah tangga. Jika di awal tahun saja sudah digoyang dengan kenaikan sejumlah barang kebutuhan pokok, maka target pertumbuhan ekonomi 5,1% akan sulit tercapai, dan inflasi nasional pun akan tembus 4%.

“Sehingga swasta yang daya beli masyarakat sedang lesu, otomatis penjualannya menurun dan di sisi lain dibebankan dengan biaya logistik yang cukup tinggi. Ini akan mengganggu penerimaan di 2017. Jadi pemerintah sebenarnya punya kendali, karena inflasi di 2017 banyak yang sifatnya harga diatur oleh pemerintah. Ini momentumnya diatur,” paparnya.

Dengan dasar ini, penolakan kaum buruh terhadap kenaikan pengurusan STNK dan BPKB, tarif listrik, dan bahan bakar minyak (BBM), bukanlah penolakan yang asal-asalan. Penolakan itu didasarkan pada perhitungan, juga kesadaran, bahwa kebijakan seperti ini tidak seharusnya dikeluarkan oleh pemerintah. (*)

Pos terkait