FSPMI Jatim Selenggarakan Seminar Pengupahan 2018

Sidoarjo,KPonline -Dalam rangka menyongsong pembahasan upah tahun 2018 maka DPW FSPMI Jawa Timur menggelar seminar pengupahan. Bertempat di Rumah Makan Sri Raras Cemengkalang Sidoarjo (19/10/2017).

Puluhan peserta mulai berdatangan sejak awal sebelum acara dimulai, di antaranya dari SPSI KEP, Farkes, SPSI Jatim, SPN, unsur kemahasiswaan,FSPMI.

Bacaan Lainnya

Tema seminar kali ini “Menyongsong Kenaikan Upah Minimum 2018 Menuju Kesejahteraan Rakyat di Jawa Timur”.

Sebagai Narasumber antara lain Akademisi dari universitas Narotama M.Sholeh, ketua PTUN Jawa Timur Liliek Eko, staff Disnaker Provinsi Jawa Timur Arief, LBH Jakarta Jamsari . Sayangnya dari pihak BPS yang diundang berhalangan hadir.

Acara dibuka dengan menyanyikan lagu indonesia raya dan mars FSPMI. Kemudian dilanjutkan dengan sambutan oleh Sekjen DPW FSPMI Jawa Timur Jazuli. Jazuli mengingatkan akan pentingnya memahami hubungan upah dan kesejahteraan rakyat, selain itu juga memahami konteks pengupahan secara benar dan seimbang.

Di sela acara ditampilkan video testimoni dari beberapa pekerja yang ada di Mojokerto, Pekerja tersebut menceritakan bahwa secara periodik mereka bergantian bekerja di kota maupun kabupaten Mojokerto,saat bekerja di Kabupaten Mojokerto upah yang di dapatkan lebih besar dari yang mereka dapatkan di kota mojokerto. Sedangkan harga kebutuhan mereka tidak jauh beda.

Acara berikutnya adalah penyampaian materi yang disampaikan oleh akademisi dari Narotama M. Sholeh. Dosen sekaligus wakil Dekan Universitas Narotama menyampaikan perspektif tentang kesejahteraan rakyat yang tersirat dalam tujuan negara serta diatur oleh undang-undang. Negara harus berperan aktif dan berhak untuk melakukan intervensi terhadap upah yang didapatkan oleh seluruh rakyat. Karena dengan memberikan upah yang tidak layak itu merupakan pelanggaran HAM terhadap hak ekonomi sosial dan budaya, tukas soleh.
Bahkan hasil konvensi ILO juga telah menghasilkan bahwa KHL itu bukan semata-mata di hitung untuk fisik pekerja saja, tetapi KHL harus di hitung untuk kebutuhan sebuah keluarga yang ada suami,istri serta anak secara wajar. Upah tidak hanya sekedar memenuhi komponen hidup layak saja, tapi juga harus berdasarkan azas keadilan,sebagai contoh : perusahaan hanya memberikan upah sesuai dengan apa yang kita kerjakan, padahal dalam menjalani pekerjaan kita juga memberikan skill atau kompetensi yang seharusnya ikut diperhitungkan. Dirinya juga menyampaikan bahwa upah sebagai Dosen di dapat sesuai dengan kompetensi nya.

Berikutnya acara dilanjutkan dengan pemaparan dari perwakilan dewan pengupahan jawa timur. Bahwasanya beberapa waktu yg lalu FSPMI Jawa Timur telah makukan survey KHL di 38 kabulaten/kota se Jawa timur. Didapatkan nilai KHL yang terhitung melalui survey pasar hasil nya jauh dari upah yang mereka dapatkan tiap bulan. Terjadi perbedaan selisih antara KHL dan upah di masing-masing daerah, tegas ketua PUK PT. JAI. FSPMI Agung yang sudah melakukan survey di semua daerah .

Arief dari perwakilan Dinas ketenagakerjaan propinsi dan selaku Staff Bidang Humas menyampaikan, Bahwa penentuan upah juga bisa dilakukan secara heteronom maupun otonom artinya bisa ditentukan oleh masing- masing perusahaan sendiri melalui bipartit maupun bisa juga lewat ketentuan regulasi dari pemerintah.

Dan bisa jadi kesepakatan yg telah ditentukan lebih baik dari regulasi yang sudah ada. Sebab perhitungan upah selain ditentukan lewat apa yg telah dikerjakan oleh pekerja juga harus melihat skill, kondisi keluarga dan lain-lain. Beliau juga menyampaikan, disparitas upah antara yang tertinggi dan yang terendah tahun 2017 di Jawa Timur sebesar 137%.

Dalam Kesempatannya Ketua PTUN Jawa Timur Liliek Eko memaparkan pokok-pokok permasalahan yang di tangani oleh PTUN yaitu sengketa terhadap keputusan yang telah ditetapkan oleh pejabat. Ada 2 hal yang perlu diperhatikan ketika penggugatan tentang upah minimum. Pertama apakah gubernur dalam menentukan upah minimum prosedur nya tidak sesuai dengan aturan yang ada. Kedua apakah gubernur dalam menentukan upah minimum melanggar azas keadilan yang berlaku. Sebab ini berhubungan erat dengan azas pemerintahan yang baik.

Dari LBH FSPMI Jakarta, Jamsari. menceritakan pengalaman nya saat menggugat upah minimum yang telah ditetapkan di DKI, Serang, dan beberapa kota lain nya. Sebuah pengalaman dan perjuangan yang bisa dijadikan pembelajaran bersama

Saat ini masih berlaku teori bahwa selama upah yang diberikan sesuai dengan KHL maka pekerja sudah layak untuk memenuhi kebutuhan hidup selama satu bulan, tapi hal itu masih jauh dari kata sejahtera. Padahal sudah merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat indonesia. Karena buruh adalah pelaku ekonomi maka jika ingin meningkatkan ekonomi suatu negara maka wajib bagi negara untuk meningkatkan perekonomian buruh dengan cara memberikan upah yang sejahtera.

Melihat angka disparitas sejak tahun 2011 sebesar 428.000 sampai dengan tahun 2017 sebesar 1.907.365. Pemerintah masih meneliti untuk mencari peta jalan sehingga angka disparitas upah ini tidak semakin membengkak. Tanpa ada langkah kongkrit yang bisa membuat para buruh menjadi tenang dengan apa yang di dapatkan. Untuk itu bagi buruh perjuangan ini masih cukup panjang, justru pemerintah dan apindo saat ini sangat semangat dan harmonis seperti semangat buruh dalam perjuangan tahun 2013 kemarin. Akan kah semangat buruh mulai luntur dan kalah dengan semangat para pemodal yang sudah mulai menginjak-injak kesejahteraan buruh. Semua itu tergantung pada kaum buruh, diam tertindas atau bangkit melawan.

(Muclisin, Kontributor Mojokerto)

Pos terkait