Ekonomi Jalan di Tempat, Beban Rakyat Makin Berat. Menko Perekonomian Layak Diganti?

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution.

Jakarta, KPonline – Menko Perekonomian Darmin Nasution dinilai memiliki raport merah. Ekonomi yang telanjur dijanjikan meroket tidak kunjung terwujud. Hal ini bisa dilihat dari data-data berikut.

Tahun lalu ekonomi Indonesia hanya tumbuh 5,02 persen, lebih rendah dibandingkan 5,56 persen pada 2013. Sementara di kurtal II tahun 2017 ini pertumbuhan ekonomi flat di angka 5,1 persen, melambat dibandingkan kuartal II tahun lalu yang sebesar 5,18 persen.

Padahal dalam RPJMN 2015-2019, pemerintah ingin pertumbuhan ekonomi 2017 sebesar 7,1 persen. Namun nyatanya pertumbuhan ekonomi hanya 5,1 persen.

Ekonomi jalan di tempat, beban rakyat makin berat. Dalam laporannya, BPS menyebut Indeks Kedalaman Kemiskinan naik 1,83 dan Indeks Keparahan Kemiskinan naik 0,48.

Direktur Program Centre for Economic and Democracy Studies (CEDeS) Edy Mulyadi mengatakan, “Belasan paket ekonomi yang digelontorkan adem-ayem belaka. Hanya program revaluasi aset yang berhasil mengatrol aset BUMN naik Rp 800 triliun lebih. Pajak yang diterima negara dari program ini sekitar Rp 32 triliun. Tapi untuk soal ini, Rizal Ramli yang saat itu Menko Maritim sebagai sosok penggagasnya.”

Terkait dengan hal itu, wajar jika ada yang menilai Menko Perekonomian Darmin Nasution adalah salah satu menteri yang layak untuk diganti. Terlebih lagi saat ini santer terdengar, Presiden Joko Widodo akan melakukan perombakan kabinet.

“Memang, pergantian kementerian merupakan lingkup prerogatif presiden, namun suara keresahan publik juga harus diperhatikan. Potret kesuraman ekonomi yang tiap hari menghimpit kehidupan rakyat bukanlah data omong kosong,” demikian dikatakan Ketua Presidium Perhimpunan Masyarakat Madani (Prima), Syaroni.

Syahroni mengatakan, mayoritas pedagang pusat-pusat perbelanjaan baik yang tradisional maupun modern mengeluhkan omset anjlok secara drastis. Penurunnya angka penjualan tersebut disebabkan melemahya daya beli rakyat akibat berbagai kebijakan perekonomian pemerintah yang tidak pro rakyat.

Belum lagi para buruh mengeluhkan adanya ancaman PHK massal, seperti yang terjadi di sektor retail dan pertambangan. Pemerintah seperti lepas tangan dan tidak terlihat ada langkah cepat untuk melakukan penyelesaian.

Menurunnya daya beli adalah gambaran dari gagalnya perekonomian.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *