Derita PRT Kita

Jpeg

Jakarta, KPonline – Setiap tanggal 16 Juni, diperingati sebagai hari Pekerja Rumah Tangga Internasional.

Menurut Koordinator Jala PRT Lita Anggraini, hingga saat ini belum ada perbaikan signifikan terhadap nasib PRT. Permasalahan yang mereka hadapi, diantaranya adalah jam kerja yang panjang, hingga 12 jam. Tanpa uang lembur. Beban kerja tak berbatas itu diperparah dengan tidak adanya jaminan sosial. Kadang, ketika sakit, gajinya dipotong. Ada juga yang dipecat.

Bacaan Lainnya

Meskipun rentan dengan berbagai bentuk kekerasan, para PRT tidak memiliki kebebasan berserikat. Oleh karena itu, penting untuk mendorong PRT agar berserikat. Berani berbicara. Sehingga mereka memiliki posisi tawar terhadap majikannya.

Menurut Lita, ekspatriat Korea dan Jepang adalah yang paling banyak melakukan kekerasan terhadap PRT. Mereka, bahkan, lebih eksploitatif. Upah yang dibayarkan jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan kondisi sosial ekonomi mereka.

“Mereka sewa apartemen yang sebulan sampai 30 juta. Tetapi hanya menggaji PRT sebesar 800 ribu,” kata Lita.

Masih menurut Lita, PRT yang bekerja di kelas menengah atas lebih rawan mengalami kekerasan. Jumlah kekerasan di kalangan menengah atas mencapai 85 persen.

Mereka memanfaatkan kekosongan hukum di Indonesia. Benar-benar menikmati tenaga kerja murah. Ada majikan yang pernah memberikan uang lembur sebesar 40 ribu. Tetapi begitu tahu tidak ada aturan mengenai PRT, uang lembur tersebut tidak diberikan kembali.

 

Bahkan, ada PRT yang pulang kerja mengalami kecelakaan juga diberhentikan. Sholat dipersulit, karena dianggap mengganggu jam kerja. Juga ada kekerasan fisik. Seperti dipukul piring. Selain itu, mereka juga rentan terhadap pelecehan seksual.

Diskriminasi pun sering dialami oleh PRT. Mereka, misalnya, harus naik lift yang berbeda dengan manajemen.

Bahkan, ada PRT yang sudah bekerja selama 7 tahun, tetapi upahnya 500 ribu. PRT harus memberikan identitas. Sementara majikannya tidak pernah memberikan identitas kepada PRT-nya. Ketika dianggap melakukan kesalahan, fotonya ditempel di apartemen. Diberi keterangan, ini PRT bekerja tidak baik.

Lita menegaskan, “PRT terjajah dari negerinya sendiri.” Lebih lanjut dia menjelaskan, “Bagaimana kita menuntut PRT migran yang bekerja diluar negeri mendapatkan perlindungan, jika kita sendiri tidak konsisten? Faktanya selama ini pemerintah dan DPR tidak melakukan perlindungan. Kalau Idonesia mau membangun peradaban, maka segera wujudkan ratifikasi dan sahkan RUU PRT.”

 

Untuk memperjuangkan agar RUU PRT segera disahkan, salah satunya dengan terus mendatangi DPR. Selain itu juga direncanakan untuk mengajukan gugatan. Di Nawa Cita dicantumkan, tetapi tidak ada tindakan apapun.

Selain itu, kerja-kerja dan sosialisasi akan terus dilakukan. Termasuk mengadakan pendekatan secara kultural, terutama kepada masyarakat dan tokoh nasional. Termasuk ke tingkat internasional.

Sekretaris Jenderal KSPI Muhammad Rusdi menyatakan bahwa KSPI mendukung perjuangan PRT. Menurut Rusdi,  jika RUU PRT tidak segera disahkan, bukan tidak mungkin terjadi perbudakan modern di Indonesia. Khususnya terhadap PRT. (*)

 

Pos terkait