Demonstrasi dan Solidaritas Menggembleng Mentalku

Sidoarjo, KPonline – Di pabrik aku hanya dianggap angin lalu bila tidak ikut serikat pekerja. Tidak ada yang pernah melihat keberadaanku. Perusahaan tidak akan memperdulikan adanya diriku. Karena yang ingin diketahui perusahaan adalah produktivitas, target produksi, dan kepatuhan pada perintah atasan.

Tidak hanya pada level direktur atau supervisor yang mungkin diisi oleh orang asing atau aseng. Bahkan mandor yang nyata sebagai seorang pribumi pun bersikap seolah raja. Menyuruh semaunya, menghardik seenaknya, memberi sangsi saat salah tanpa memuji saat bagus hasil produksi.

Bacaan Lainnya

Sebagai buruh kontrak aku selalu khawatir. Pasalnya semakin berjalannya hari, itu berarti masa kontrak akan semakin menipis. Maka kegalauan demi kegalauan pun berkecamuk di dalam fikiranku.

“Diperpanjang apa tidak?” Pertanyaan itu mengisi saat sadar dan ketika aku tidur.

Dampaknya, ketakutan tidak diperpanjang kontrak membuatku tidak berani mengkredit sepeda motor. Padahal saat ini sepeda motor ibarat kaki untuk mempercepat menuju pabrik dan kembali ke kamar kost sehingga bisa cepat istirahat.

Bayangan bila tidak diperpanjang kontrak juga membuat mentalku menjadi mental budak yang harus bekerja keras walau tenaga capek setengah mati. Masuk kerja walau dalam keadaan sakit karena manajemen bahkan mandor pun tidak akan peduli akan sakitku. Ketika sakit keraspun mereka tidak pernah menjenguk. Mereka tetap sibuk memikirkan bagaimana agar produksi lancar. TIDAK ADA HATI DI DALAM PRODUKSI.

Upah dan tunjangan sebagai karyawan kontrak tidak pernah sama dengan karyawan tetap. Tidak pernah dapat hak cuti. Tidak dapat jaminan sosial. Terkadang BPJS Kesehatan pun tidak diberikan. Satu hal yang menyakitkan, saat ada rekreasi perusahaan, ketika semua karyawan tetap diberangkatkan bersama keluarga, aku tidak di ikutkan dalam daftar peserta rekreasi. Jika ingat ini, sedihnya tuh disini…

Lalu sampai saatnya di tahun 2010. Aku di PHK oleh perusahaan yang ternyata baru ku tahu aku adalah karyawan autsourcing. Untungnya saat itu di perusahaan ada sebuah serikat pekerja yang selama itu tidak pernah aku tahu apa gunanya. Bahkan tidak mau tahu.

Serikat pekerja itu bernama FSPMI. Aku yang bukan anggotanya pun nyatanya tetap diperjuangkan terutama untuk hak pesangon.

Singkat cerita, setelah enam bulan di PHK, aku dipanggil untuk bekerja kembali di perusahaan yang sama. Disinilah titik balik keberanian dalam diriku tumbuh.

Tidak ada paksaan untuk masuk serikat berlogo sabit merah bergerigi ini. Di tahun tersebut ternyata sudah banyak aktivis buruh yang ada di pabrik tempatku bekerja. Dua orang diantaranya bernama Suhadi dan Heri Novianto.

Keduanya mempunyai hobby sama sepertiku yakni musik. Begitu tahu bahwa aku punya grub band, keduanya sering ikut masuk studio musik untuk sekedar bernyanyi-nyanyi kecil. Seusai ngeband kami selalu duduk-duduk untuk sekedar melepas lelah. Nah, disitulah mereka bercerita tentang dunia perburuhan.  (Hanya bercerita tanpa mengajak gabung serikat).

Hal itu hampir satu tahun. Bahkan dalam setahun itu sewa studio ditanggung oleh Pak KC, demikian sapaan Heri Novianto. Selain kami mendapat pencerahan dunia perburuhan, sesekali Suhadi mengajakku datang ke tenda perjuangan mogok kerja PUK SIP yang terletak tak jauh dari tempat kost. Disana aku baru tahu bahwa ternyata meski Undang Undang perburuhan itu bagus ternyata aktual dilapangan berkata lain.

Pada kesempatan lain aku di ajak untuk ikut aksi demonstrasi buruh. Awalnya malas dan berfikir, buat apa? Itu kan bukan urusan kita?.

Namun saat mendengar orasi orasi yang bertubi tubi dan rasa solidaritas yang tinggi membuatku secara tidak langsung bisa memahami kenapa buruh itu harus berjuang.

Ikut aksi, mendengarkan teriakan orator dan terkadang harus bersitegang dengan aparat kepolisian dan security perusahaan seperti membawaku kedalam “Kelas Pendidikan Mental” sehingga keberanian dalam diri tumbuh dengan sendirinya.

Saat bekerja mental itu tetap ada. Sikap perlawanan pada mandor yang seenaknya mulai kutunjukkan. Ternyata selama ini aku terlalu penakut hingga harga diri terinjak-injak. Diam tidak selamanya baik. Ditambah ketika kutahu bahwa di perusahaan ada PUK membuat keberanianku muncul.

Sampai akhirnya, pada 2013, aku diberitahu oleh Suhadi bahwa akan ada Latsar Garda Metal. Aku diminta untuk ikut. Saat itulah baru aku tahu, bahwa untuk ikut latsar Garda Metal harus anggota FSPMI. Sedangkan aku selama ini berfikir bahwa aku sudah jadi anggota FSPMI lantaran sudah sering ikut aksi dan solidaritas. Jadi setelah aku ikut aksi dan datang kesana kemari untuk solidaritas itu ternyata aku belum FSPMI lantaran belum mengisi formulir pendaftaran dan membayar iuran.

Di situlah saya baru faham bahwa pergerakan FSPMI selama ini bisa berjalan karena uang dari anggotanya sendiri. Makanya FSPMI bisa berani melawan ketidakadilan, dimanamun berada.

Semakin kesini, aku tetap menjadi bagian dari FSPMI. Militansi ini terbangun diatas pondasi kesadaran kelas pekerja.

Terima kasih kawan kawan aktivis buruh yang sudah menunjukkan padaku tentang keberanian untuk melakukan sesuatu yang berguna bagi banyak orang. Menunjukkan arti ikhlas karena kadang sebuah perjuangan akan dicaci maki oleh orang lain. Karena aku sadar mereka yang mencaci maki karena mereka belum tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Aku, Agus Sujarwo, anggota GARDA METAL dari Sidoarjo.

Salam RESOLUSI!

Pos terkait