Daya Saing Indonesia Turun, Jangan Salahkan Produktivitas Buruh

Jakarta, KPonline – World Economic Forum (WEF) baru saja merilis indeks daya saing Indonesia yang turun dari peringkat ke-37 ke posisi 41.

Menanggapi hal itu, Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara dalam Seminar bertema Hubungan Upah dan Daya Beli Buruh yang diselenggarakan Dewan Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (DPP FSPMI) di Jakarta, Jum`at (6/1/2017) mengatakan, merosotnya daya saing, agar tidak buru-buruh menyalahkan produktivitas buruh. Menurutnya, produktivitas buruh hanya nomor sekian dalam kaitan dengan daya saing. Justru yang utama dari penilaian daya saing adalah korupsi, birokrasi, dan infrastruktur.

Bacaan Lainnya

Karena itu, menurut Bhima, menghukum buruh dengan upah murah hanya karena alasan daya saing sedang turun sangat tidak relevan. Dia bahkan merekomendasikan agar kenaikan upah buruh melebihi inflansi dan pertumbuhan ekonomi, agar daya beli bisa meningkat.

WEF sendiri menggabungkan data kuantitatif dan survei dalam menentukan peringkat daya saing global.  Didasarkan pada 113 indikator yang dikelompokkan dalam 12 pilar daya saing. Kedua belas pilar tersebut yaitu institusi, infrastruktur, kondisi dan situasi ekonomi makro, kesehatan dan pendidikan dasar, pendidikan tingkat atas dan pelatihan, efisiensi pasar, efisiensi tenaga kerja, pengembangan pasar finansial, kesiapan teknologi, ukuran pasar, lingkungan bisnis, dan inovasi.

Pernyataan Bhima senada dengan apa yang disampaikan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro. Dalam hal ini, dia mengakui masih ada kelemahan di tiga aspek yakni tingkat korupsi, keruwetan birokrasi, dan target pembangunan infrastruktur.

Jelas sudah, bahwa produktivitas buruh tidak rendah-rendah amat. Jadi keliru jika ada yang mengatakan menurunnya daya saing karena produktivitas buruh. Memang ada pengaruh, tetapi bukan faktor yang utama.

Bambang mengakui, penurunan daya saing ini disadari pemerintah menjadi suatu tantangan serius yang harus segara ditanggulangi. Untuk permasalahan korupsi misalnya, Bambang menilai pemberantasan korupsi menjadi perhatian utama dan perlu ditangani secara serius. Selanjutnya, birokrasi juga dinilai perlu adanya pembenahan lantaran berada dalam sasaran paket kebijakan ekonomi.

Menurutnya, pembenahan birokrasi tidak terlepas dari aturan atau deregulasi yang mengarah pada kemudahan perizinan. Pemangkasan perizinan sangat penting sebagai daya tarik investor yang akan berinvestasi di dalam negeri.

“Deregulasi penting karena infesiensi perizinan jadi lama dan banyak. Terus terang presiden kemarin berikan tekanan kebijakan ekonomi, paketnya harus benar-benar bisa diimplementasikan supaya harus terasa dalam bentuk birokrasi yang efisiensi dan friendly kepada investor,” kata Bambang, seperti dikutip sejumlah media.

Dengan begitu, kata Bambang, program percepatan infrastuktur dapat terealisasi. Dengan infrastruktur yang meningkat, akan mendorong daya saing industri yang akan meningkatkan pertumbuhan perekonomian.

“Ketiga, infrastruktur makanya perlu dipercepat karena dia faktor ketiga penyebab daya saing kita harus diperjuangkan,” ujarnya.

Namun demikian, Presiden KSPI Said Iqbal mengingatkan, agar Pemerintah meningkatkan upah buruh hingga menjadi layak. Sebab, dengan upah yang layak, masyarakat akan memiliki daya beli. Meningkatnya daya beli pada akhirnya justru akan memberikan dampak baik pada pertumbuhan ekonomi.

“Jika hanya mengejar pertumbuhan investasi tanpa diimbangi dengan pemerataan, maka yang terjadi adalah yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin,”pungkas Said Iqbal. (*)

 

Pos terkait