Dampak Buruk Dibalik Permenaker tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang Baru

Jakarta, KPonline – Disampaikan oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal saat menjadi pembicara dalam Diskusion Series Tenaga Kerja Asing di Universitas Indonesia, dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sudah diatur terkait Tenaga Kerja Asing. Hal ini ada dalam Bab III, Pasal 42 sampai dengan Pasal 49.

Pada intinya, dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan diatur sebagai berikut.

1. Pemberi Kerja yang menggunakan Tenaga Kerja Asing (TKA) wajib memeroleh izin tertulis (Pasal 42 ayat 1)

2. TKA dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu (Pasal 42 ayat 4)

3. Memiliki rencana penggunaan TKA yang memuat alasan, jenis jabatan dan jangka waktu penggunaan TKA (Pasal 43 ayat 1)

4. Ketentuan mengenai jabatan & standar kompetensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri (Pasal 44 ayat 2)

5. Kewajiban penunjukan tenaga kerja warga negara indonesia sebagai tenaga pendamping (pasal 45 ayat 1)

6. Tenaga kerja asing dilarang menduduki jaabatan yang mengurusi personalia dan/atau jabatan-jabatan tertentu (Pasal 46)

7. Kewajiban memulangkan TKA ke negara asal setelah berakhirnya hubungan kerja (Pasal48)

Baca juga: Kemenaker Janji Awasi Ketat Tenaga Kerja Asing

Dalam perkembangannya, dibuat Peraturan Menteri Tenaga Kerja Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Peraturan ini diubah beberapa kali, sebagai berikut: Permenakertrans Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing, Permenakertrans Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing, Permenaker Nomor 16 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing, dan diubah lagi dengan Permenakertrans Nomor 35 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas Permenaker No 16/2015 Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing

Poin-poin utama dalam Permenakertrans Nomor 35 Tahun 2015 adalah sebagai berikut:

Bila didalam Permenaker Nomor 16 Tahun 2015, Kewajiban Berbahasa Indonesia dihilangkan, maka di Permenaker 35 Tahun 2015 makin mempermudah masuknya TKA antara lain: (1) Penghapusan rasio Jumlah TKA dengan Tenaga Kerja Lokal. Sebelumnya dipasal 3 Permenaker Nomor 16 Tahun 2015 masih mencantumkan 1 orang TKA menyerap 10 tenaga kerja lokal, (2) Larangan PMDN memperkerjakan Komisaris, yang bermakna diseluruh jabatan diperbolehkan (Dalam UU 13/2002 ada larangan jabatan yang mengurusi Personalia / HRD), (3) Penghapusan keharusan memiliki IMTA bagi TKA yang tidak berdomisili di Indonesia (menghilangkan ketentuan pasal 37 Permenaker Nomor 16 Tahun 2015), (4) dan Penghapusan Aturan mengenai Konversi Iuran DKP-TKA ke Rupiah (ketentuan pasal 40 ayat 2 Permenaker Nomor 16 Tahun 2015).

Baca juga: Tenaga Kerja Asing di Riau Menjamur, Menaker Diam saja

Akibatnya, rasio jumlah TKA dengan Tenaga kerja pribumi tidak ada. Hal ini menyebabkan transfer of jobs dan transfer of knowledge tidak terjadi dan semakin meleluasakan perusahaan untuk memperkerjakan TKA.

Selain itu, Permenaker Nomor 35 Tahun 2015, pembayaran Dana Kompensasi Penggunaan (DKP) dicabut. Sehingga tidak ada lagi kewajiban pembayaran US$ 100 jabatan setiap bulan dalam bentuk rupiah.

Dihapuskannya kewajiban nagi TKA untuk berbahasa Indonesia, semakin mempermudah masuknya TKA di Indonesia. Hal lain yang diakibatkan, karena terkendala komunikasi, tidak terjadi transfer of jobs dan transfer of knowledge.

Hal lain yang terjadi adalah diskriminasi upah antara TKA dan pekerja lokal. Karena, faktanya, upah TKA lebih tinggi dari pekerja lokal.