Buruh Galang Koin Keadilan Ongkosi Korban Kriminalisasi Hadiri Persidangan

Pimpinan Gerakan Buruh Indonesia (GBI) memberikan siaran pers usai persidangan. (Foto: Kascey)

Jakarta, KPonline – Gerakan Buruh Indonesia (GBI) menggalang koin keadilan untuk membiayai korban kriminalisasi Polda Metro Jaya, Ming Pon Sehat Adha. Ming Pon urung hadir karena tidak mampu membiayai ongkos ke persidangan pada Senin (4/4), karena ia berdomisili di Surabaya, Jawa Timur. Sementara sidang berlangsung tiap Senin di Jakarta. 

Ming Pon merupakan satu dari 26 korban kriminalisasi karena melakukan aksi unjuk rasa penolakan di depan istana presiden pada 30 Oktober 2015. Sekitar 10 ribu buruh ketika itu melakukan aksi penolakan PP Pengupahan no 78 tahun 2015 karena melanggengkan politik upah murah.

Bacaan Lainnya

Akibat ketidakhadiran Ming Pon, pembacaan dakwaan untuk berkas 23 buruh mesti ditangguhkan untuk ketiga kali. “Oleh karenanya, sesuai dengan KUHAP kami meminta surat dakwaan dibacakan ketika terdakwa sudah lengkap,” kata pengacara Tim Advokasi untuk Buruh dan Rakyat (TABUR) dari LBH Jakarta, Maruli Tua dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin, 4 April 2016.

GBI menilai negara lepas tangan dalam penegakan keadilan bagi rakyat kecil karena menolak membiayai Ming Pon. Padahal, Sejak sidang pertama, kuasa hukum dari Tim Advokasi untuk Buruh dan Rakyat (TABUR) sudah meminta negara menanggung ongkos perjalanan Ming Pon demi tegaknya keadilan.

“Bukan kita yang tidak patuh, tapi negara yang tidak mau berkorban meski satu juta untuk bung Ming Pon. Demi keadilan, demi rasa cinta dan hormat kita pada peradilan, pada negara ini, tentu Ming Pon akan hadir. Tapi ia tidak akan hadir tanpa bantuan kita kawan-kawan, kita sepakat membentuk koin keadilan,” ujar Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Muhammad Rusdi setelah persidangan.

Rusdi menambahkan, GBI akan mengerahkan struktur organisasi untuk menggalang dana dukungan itu. “KSPI dan elemen GBI sudah memerintahkan agar seluruh daerah mengumpulkan koin keadilan agar bung Ming Pon bisa hadir minggu depan,” ungkap salah satu korban kriminalisasi Polda Metro Jaya itu. Dalam penggalangan dana sore ini, GBI berhasil mengumpulkan hingga RP 1,5 juta untuk membiayai kejadiran Ming Pon PP Jakarta-Surabaya pada pekan depan.

Dalam persidangan pada Senin ini, tiga korban kriminalisasi Hasyim Ilyas Ruchiyat Noor (Federasi Mahasiswa Kerakyatan), Tigor Gempita Hutapea (LBH Jakarta), dan Obed Sakti Andre Dominika (LBH Jakarta) menyampaikan keberatan terhadap dakwaan (eksepsi) jaksa penuntut umum.

“Pengadilan harus menghentikan proses persidangan kasus ini. Dalam mekanisme hukum acara itu sangat dimungkinkan jika eksepsi yang kita sampaikan diterima,” kata pengacara TABUR Arif Maulana.

Dalam eksepsinya, Tigor dan Obed beralasan, kriminalisasi terhadap dua pengacara publik itu melecehkan profesi advokat sebagai bagian dari penegak hukum. Padahal, advokat tidak boleh dipidana ketika menjalankan tugasnya. Ketika ditangkap, kedua pengacara LBH Jakarta itu tengah melakukan pendampingan non-litigasi dengan mendokumentasikan kekerasan polisi pada aksi 30 Oktober 2015.

Sementara itu, korban kriminalisasi Hasyim dalam eksepsinya mengaskan kriminalisasi terhadap 26 aktivis tersebut membungkam demokrasi. “Jika kalian keras kepala dan tetap menghamba pada kekuasaan pemerintah yang melarang rakyatnya berpendapat dimuka umum, melarang rakyatnya berkumpul dan berorganisasi, maka jelas sirene akan kami bunyikan dimana-mana, sebagai tanda bahwa Demokrasi terancam runtuh sedangkan rakyat sudah pasti dalam bahaya,” ujarnya dalam persidangan.

Gerakan Buruh Indonesia menegaskan tidak akan mundur menolak liberalisasi ekonomi seperti PP Pengupahan. Pasalnya, liberalisasi ekonomi pemerintahan Joko Widodo semakin menjerumuskan buruh pada kemiskinan. Sementara, pengusaha bermodal besar malah mendapat karpet merah.

Para buruh akan terus melakukan aksi secara bergelombang mulai 1 April hingga puncaknya pada peringatan May Day, tanggal 1 Mei 2016. Aksi-aksi itu tetap menuntut pemerintahan Joko Widodo mencabut PP Pengupahan no 78/2015 karena memberangus hak buruh untuk merundingkan upah.

GBI terdiri dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) pimpinan Andi Gani, Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) dan terdiri dari beberapa Federasi Buruh seperti FSPASI, SBSI 92, FSUI, dan FGSBM. (*)

Pos terkait