Buruh dan Petani Harus Sering Bertemu untuk Menyamakan Pandangan

Jakarta, KPonline – Diskusi yang difasilitasi Rumah Rakyat Indonesia di Jakarta, Jum`at (106/2016), berlangsung santai dan terbuka. Hal ini terlihat, ketika Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Serikat Petani Indonesia (DPP SPI) Henry Saragih  menyampaikan pernah berbeda pandangan dengan Mochtar Pakpahan, soal Inti Indo Raya. Ketika itu, Serikat Buruh ingin agar perusahaan tetap berjalan, karena jika ditutup akan berimbang pada PHK karyawan. Tetapi, petani ingin ditutup karena jika perusahaan tetap beroperasi akan merugikan pihaknya.

“Dari pengalaman ini, saya kira, penting sekali kalangan petani dan buruh untuk duduk bersama dan menyamakan persepsi tentang perjuangan,” kata Henry yang sore itu tampil dengan baju warna putih. Memang harus ada keterbukaan. Apalagi yang hendak dibangun adalah persatuan. Bersama dalam satu rumah besar perjuangan.

Bacaan Lainnya

Lebih lanjut Henry Saragih menyampaikan, saat ini SPI sedang mengusung deklarasi hak asasi petani dan masyarakat yang bekerja di pedesaan. Dia menuturkan, ini merupakan bagian dari gerakan sosial. Gerakan rakyat. Sebagai sesama kelompok yang dimarjinalkan, tertindas, ada banyak langkah hal yang perlu terus-menerus untuk diselaraskan.

Terkait dengan pembentukan partai politik bersama, memang sudah ada pembicaraan antara SPI dan RRI. SPI, bahkan ikut hadir dan memberkan dungan saat RRI dideklarasikan di Gelora Bung Karno, 1 Mei yang lalu. Barulah sekarang disadari, ada hambatan dalam persoalan teknis. Apalagi untuk mengejar tenggal 29 Juli 2016, batas akhir pendaftaran baru ke Menkumham.

“Kami dari petani dan nelayan tidak mau mengorbankan proses demokrasi hanya untuk mengejar target. Bagaimana pun proses akan tetap berjalan, tetapi tidak terlampau lama menunggu. Karena jika lama menunggu, saja saja kita sedang membiarkan perbudakan dan orang-orang lapar di negeri ini semakin lama menderita,” kata Henry.

Inilah pentingnya demokrasi. Musyawarah. Tawaran Mochtar, kata Henry, bisa kita diskusikan lebih jauh lagi. Karena persatuan ini juga bukan hanya di kalangan buruh, tapi juga lebih luas. Melibatkan pedagang kaki lima, orang miskin kota, aktivis lingkungan, dan sebagainya.

Karena itu, saran Henry, harus ada jalan untuk membuat perjuangan ini lebih cepat berhasil. Dan karena itu, dirinya melihat ini merupakan satu pertemuan yang positif. Persatuan petani, buruh, dan nelayan merupakan satu keharusan. Apalagi sejak runtuhnya orde baru, tidak ada partai politik yang murni muncul dari gerakan rakyat.

Dia melanjutkan, “Sebelum kita, beberapa aktivis sudah banyak yang mencoba. Kita bukanlah yang pertama. Itu artinya, kita bisa belajar dari pengalaman. Bahwa tidak akan pernah bisa berhasil, apabila kita tidak bersatu.”

Mengenai modal, Henry mengingatkan kekuatan gerakan bukan di modal, tapi pada orang per orang. Pada massa yang bersatu.

“Rencana kita bisa runtuh seketika, jika ditanya siapa bandar kalian. Iqbal bisa sewa senayan, karena mengandalkan kumpulan orang. Coba kalau Iqbal sendiri, pasti berat. Apalagi saya tahu, Iqbal bukanlah pengusaha. Seperti halnya kami di Petani, ratusan lapangan sepak bola bisa kita gunakan di kampung-kampung,” tegasnya.

Kemudian dia melanjutkan, “Asal jangan disuruh sewa senayan. Kami tidak mampu. Kalau ada tanah 5 hektar kita duduki, itu senayan baru.” Peserta tertawa.

Sementara itu, Said Iqbal menanggapi, bahwa pandangan Hendri Saragih dari sudut pandang petani layak untuk didengar. Terlebih lagi, element petani juga sedang mendiskusikan masalah yang sama, terkait dengan pembentukan alat politik bagi gerakan. “Kalau bisa kita juga mengajak kawan-kawan di aktivis HAM dan lingkungan hidup,” tambah Iqbal. (*)

 

Pos terkait