Bersuaralah Buruh Perempuan!

Batam, KPonline – Ini tentang pembicaraan ringan di satu siang itu. Sebut saja namanya Mentari. Dia bekerja di sebuah perusahaan electronics di Batam.

“Saya lagi haid. Rasanya gak enak badan. Tetapi kenapa pas saya minta cuti haid malah dikasih obat anti nyeri dan di suruh istirahat ya?” Katanya.

Bacaan Lainnya

“Tensi saya masih normal, padahal saya merasakan sakit dan tidak enak badan. Saya gak mau minum obat anti nyeri, takut merusak lambung.”

Akhirnya saya paksakan bekerja, malas berdebat sama susternya.” Begitulah percakapan ringan itu terjadi.

Padahal dalam UUK No 13 tahun 2003 Pasal 81 ayat 1 telah diatur, buruh perempuan yang dalam masa haid yang merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.”

Kata kunci dalam undang-undang ini adalah merasakan sakit. Bukan sakit atau demam. Menurut medis sendiri sebagian besar perempuan akan mengalami gejala-gejala Pramenstrual Syndrome (PMS) yang kadang kala bisa menyebabkan diare, payudara terasa nyeri, kram di kaki, rahim, pinggang sakit, mood tidak bagus, dan lain-lain. Jadi bukan sakit atau demam.

Tapi merasakan sakit, yang merasakan adalah perempuan yang haid tersebut. Bukan dokter. Karena perempuan yang haid, bisa jadi merasakan sakit dipinggangnya, merasakan sakit di payudaranya, sehingga berdampak kepada mood ketika bekerja. Tak perlu surat sakit untuk dapat beristirahat.

Sebenarnya banyak sekali hak-hak perempuan yang masih terabaikan didalam perusahaan. Diskriminasi antara laki-laki dan perempuan juga sering terjadi. Contohnya tak usah jauh-jauh. Pemotongan pajak. Perempuan selalu di anggap single dan tidak bisa menanggung suami beserta anak. Meskipun sebenarnya suaminya tidak bekerja dan dia tulang punggung keluarga.

Mungkin ini bukan salah perusahaan tetapi undang-undang negara Indonesia yang perlu dibenarkan. Contoh lain, laki-laki ada dikasih waktu merokok dan disediakan smoking area, pada hari Jumat jam istirahat laki-laki lebih panjang dari perempuan, dll. Dan ada juga kebutuhan perempuan yang belum bisa diperjuangkan dalam penghitungan KHL, seperti uang bedak lipstick yang belum di akui sementara itu menjadi kebutuhan primer kaum perempuan agar selalu bisa tampil cantik di depan suami dan tempat kerja.

Lantas, siapa yang akan memperjuangkan hak-hak perempuan tersebut kalau bukan perempuan itu sendiri? Seberapa besar bisa kita gantungkan nasib kepada kaum laki-laki? Mereka tidak akan tahu persis rasanya sakit haid, sakit melahirkan, reportnya menyusui. Kadang kaum laki-laki tidak selalu paham apa yang dibutuhkan kaum perempuan.

Maka dari itu, sangat diharapkan teman-teman perempuan harus ikut berperan aktif didalam organisasi untuk mensuarakan segala sesuatu yang menyangkut kesejahteraan perempuan itu sendiri. Tapi, kenyataanya sangatlah sulit untuk mengajak kawan-kawan perempuan ikut berperan aktif dalam organisasi. Dengan berbagai macam alasan. Tidak ada waktulah, pekerjaan dirumah menunggu, anak-anak dirumah menunggu, pandangan negative warga sekitar, terkendala ijin suami, dll.

Berat memang, menjalankan peran ganda itu tidaklah mudah. Oleh karena itu, sangat diperlukan kerjasama yang baik dengan suami/orang tua. Beri pengertian suami/orang tua kita, bahwa perempuan perlu ikut menyuarakan hak-hak kita. Dan perempuan yang hebat itu harus bisa membagi waktu dengan baik.

Masalah pandangan negative, selagi kita benar pelan-pelan masyarakat pasti akan memahami. Kita bantu juga dengan menjelaskan sedikit demi sedikit seperti apa kegiatan kita. Apa yang kita lakukan agar mereka lebih memahami. Harapannya, semoga suami juga memahami dan mau berbagi tugas dengan istri agar perempuan bisa meluangkan waktunya untuk organisasi.

Kontributor Batam : Imar Maryam

Pos terkait