Berencana Terapkan PP No 78 Tahun 2015, FSPMI Tuding Pemprov Jatim Memiskinkan Buruh

Surabaya, KPonline – Kamis (13/10), bertempat di Aula Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Kependudukan (Disnakertransduk) Kota Surabaya, dibahas Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di Jawa Timur. Kegiatan ini dipimpin oleh Kadisnakertransduk Provinsi Jawa Timur Sukardo. Hadir dalam pertemuan ini para Akademisi, Apindo, serta pewakilan Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

Dalam forum ini Sukardo menjelaskan, Pemprov Jawa Timur akan tunduk pada aturan dari pusat. Dengan kata lain, penentuan upah di Jawa Timur akan menggunakan PP No. 78 Tahun 2015 sebagai acuan perhitungan UMK mendatang. Sedangkan untuk pembahasannya masih menunggu surat Edaran dari Kemenakertrans. Dengan demikian, diprediksi upah tahun depan akan naik sekitar 9,3 %.

Bacaan Lainnya

Sukardo menjelaskan, tanggal 1 November nanti, Pemprov akan menetapkan UMP dengan rumusan sesuai dengan PP No. 78 Tahun 2015, yakni UMK terendah ditambah prosentase Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi. Sedangkan UMK sendiri akan ditetapkan pada 21 November mendatang.

Dengan menggunakan rumus tersebut, ada atau tidaknya survey KHL di Kabupaten/Kota tidak akan berpengaruh pada pembahasan UMK. Kalaupun ada hanya digunakan untuk bahan evaluasi saja. Toh sudah ada rumus yang jelas mengenai upah minimum, yang tidak mengacu pada survey KHL.

Menanggapi hal itu, Jazuli mengatakan, Secara tidak langsung hal ini berdampak pada menurunnya kualitas KHL yang selama 4 tahun diberlakukan di Jawa Timur. Perlu diketahui, KHL Jawa Timur menggunakan sistem berikut: sewa kamar diganti sewa rumah, transport yang dihitung 2 (dua) kali Pulang-Pergi dari rumah ke pabrik, serta listrik yang disesuaikan dengan kebutuhan rumah tangga seperti yang diatur dalam Surat Edaran Gubernur No 560/22657/031/2013.

DPW FSPMI Jawa Timur menegaskan, pihaknya akan tetap teguh untuk memperjuangkan kenaikan upah 2017 sebesar 650 ribu. Karena nilai tersebut sesuai dengan survey pasar, yang nilainya sesuai dengan kebutuhan hidup para buruh saat ini.

Selain itu, Jazuli berpendapat Pemprov Jawa Timur berupaya untuk memiskinkan buruh karena secara tidak langsung menghilangkan aturan tentang peningkatan kualitas KHL untuk rumah, listrik, dan transportasi yang sudah ditetapkan sejak 4 (empat) tahun lalu. Dimana komponen rumah adalah sebesar angsuran rumah type 36, diturunkan menjadi sewa kamar. Komponen listrik yang tadinya senilai pembayaran listrik sebesar 900 watt diturunkan hanya untuk tiga lampu dan komponen. Sedangkan transportasi sebanyak 4 kali, diturunkan menjadi 2 kali. Sehingga upah yang tadinya sesuai dengan kebutuhan akhirnya kembali turun akibat penurunan nilai tersebut.

“Ini bentuk politik upah murah yang coba diterapkan pemerintah,” tegas Jazuli.

Menyikapi hal tersebut, Jazuli mengatakan FSPMI Jawa Timur akan tetap konsisten untuk terus memperjuangkan kenaikan upah sebesar 650 ribu. Dikatakannya, saat ini buruh Jawa Timur sedang melakukan konsolidasi untuk kembali melakukan aksi besar-besaran di Gedung Grahadi. (*)

Kontributor: Cak Anam

Pos terkait