Begini Tata Cara Penangguhan Upah Minimum

Jakarta, KPonline – Pada dasarnya, setiap pengusaha dilarang membayar upah pekerjanya lebih rendah dari upah minimum. Ini diatur dalam Pasal 90 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 yang berbunyi:

(1)  Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89.

Bacaan Lainnya

(2)  Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dapat dilakukan penangguhan.

(3)  Tata cara penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

Dalam penjelasan Pasal 90 ayat (2) UU Ketenagakerjaan menyebutkan sebagai berikut: “Penangguhan pelaksanaan upah minimum bagi perusahaan yang tidak mampu dimaksudkan untuk membebaskan perusahaan yang bersangkutan melaksanakan upah minimum yang berlaku dalam kurun waktu tertentu. Apabila penangguhan tersebut berakhir maka perusahaan yang bersangkutan wajib melaksanakan upah minimum yang berlaku pada saat itu tetapi tidak wajib membayar pemenuhan ketentuan upah minimum yang berlaku pada waktu diberikan penangguhan.”

Terkait Penjelasan Pasal 90 ayat (2) UU Ketenagakerjaan ini, Mahkamah Konstitusi dalam putusannya Nomor 72/PUU-XIII/2015 menyatakan bahwa frasa “…tetapi tidak wajib membayar pemenuhan ketentuan upah minimum yang berlaku pada waktu diberikan penangguhan” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Artinya, Mahkamah memberi penegasan selisih kekurangan pembayaran upah minimum selama masa penangguhan tetap wajib dibayar oleh pengusaha.

Dengan kata lain, penangguhan pembayaran upah minimum oleh pengusaha kepada pekerja/buruh tidak serta-merta menghilangkan kewajiban pengusaha untuk membayar selisih upah minimum selama masa penangguhan. Selisih upah minimum yang belum terbayar selama masa penangguhan adalah utang pengusaha yang harus dibayarkan kepada pekerja/buruhnya.

Tata Cara Penangguhan Penahanan

Tata cara penangguhan upah minimum diatur dalam Kepmenakertrans Nomor KEP-231/MEN/2003 Tahun 2003 tentang Tata Cara Penangguhan Upah Minimum.

Pengusaha yang tidak mampu membayar sesuai upah minimum dapat mengajukan permohonan penangguhan upah minimum kepada Gubernur melalui Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Provinsi paling lambat 10 hari sebelum tanggal berlakunya upah minimum. Permohonan tersebut merupakan hasil kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat.

Berdasarkan ketentuan tersebut, jelas bahwa untuk dapat mengajukan permohonan penangguhan UMK, pengusaha harus mencapai kesepakatan dengan pihak buruh/pekerja terkait penangguhan upah minimum.

Jika telah tercapai kesepakatan mengenai penangguhan upah minimum, maka langkah selanjutnya adalah menyampaikan permohonan kepada Gubernur. Permohonan penangguhan upah minimum harus disertai dengan: (1) naskah asli kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh atau pekerja/buruh perusahaan yang bersangkutan; (2) laporan keuangan perusahaan yang terdiri dari neraca, perhitungan rugi/laba beserta penjelasan-penjelasan untuk 2 (dua) tahun terakhir; (3) salinan akte pendirian perusahaan; (4) data upah menurut jabatan pekerja/buruh; (5) jumlah pekerja/buruh seluruhnya dan jumlah pekerja/buruh yang dimohonkan penangguhan pelaksanaan upah minimum; dan (6) perkembangan produksi dan pemasaran selama 2 (dua) tahun terakhir, serta rencana produksi dan pemasaran untuk 2 (dua) tahun yang akan datang.

Apabila perusahaan yang memohon penangguhan upah minimum berbentuk badan hukum, atau jika Gubernur merasa perlu untuk pembuktian ketidakmampuan keuangan perusahaan, maka laporan keuangan harus diaudit oleh Akuntan Publik.

Terhadap permohonan penangguhan upah minimum, Gubernur akan memberikan persetujuan atau penolakan setelah menerima saran dan pertimbangan Dewan Pengupahan Provinsi. Apabila penangguhan upah minimum disetujui, Gubernur memberi penangguhan upah minimum untuk jangka waktu paling lama 12 bulan.

Pos terkait