Angka Kekurangan Gizi di Indonesia Masih Tinggi

Jakarta, KPonline – Angka anak-anak yang menderita kekurangan gizi di Indonesia ternyata masih tinggi bila dibandingkan angka ambang batas yang ditetapkan badan kesehatan dunia (WHO). Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan tingginya angka kekurangan gizi itu tampak pada tiga kategori kekurangan gizi.

Pada kategori kekurangan gizi menurut indeks berat badan per usia, angkanya mencapai 17%. Padahal ambang batas angka kekurangan gizi WHO itu 10%.

“Di kategori ini, angka kekurangan gizi kita masih melampaui ambang batas WHO,” kata Doddy Izwardy, Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Rabu (8/3), sebagaimana dilansir cnnindonesia.com.

Sedangkan kategori kedua adalah kekurangan gizi berdasarkan indeks tinggi badan per usia. Dalam kategori ini, angka kekurangan gizi masih 27,5%.

Itu berdasarkan penelitian saya dari tahun 2014 sampai 2016. Sedangkan ambang batas WHO adalah 20%,” kata Doddy.

Yang mirisnya, lanjut Doddy, kekurangan gizi dalam kategori ini bukan hanya berakibat pada pendeknya ukuran badan anak-anak, tapi juga berdampak pada kecerdasan sang anak.

Anak-anak menjadi tidak optimal sekolah dari sejak Sekolah Dasar hingga perguruan tinggi. Selain itu, mereka juga rawan terkena penyakit tidak menular.

“20 tahun kemudian anak-anak itu akan ada gangguan dari penyakit tidak menular seperti jantung, diabetes, dan lainnya,” kata Doddy.

Kemudian, dalam kategori kekurangan gizi yang terakhir adalah indeks berdasarkan berat badan per tinggi badan. Berdasarkan kategori ini, angka kekurangan gizi mencapai 11%, yang terdiri dari kurus dan sangat kurus. Sedangkan, ambang batas WHO adalah 5%

Untuk menanggulangi hal ini, Doddy mengaku Kemenkes akan berupaya agar seluruh pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) menjadi ujung tombak dalam pelayanan masyarakat terkait kekurangan gizi. Sebab, dalam sistem kesehatan nasional kini, puskesmas merupakan fasilitas kesehatan yang pertama kali didatangi masyarakat ketika sakit.

Tak hanya kemampuan menangangi pasien yang akan diberikan oleh Kemenkes pada pihak puskesmas, tapi juga kemampuan memahami data pasien beserta permasalahan gizinya.

“Mereka (puskesmas), sudah pandai dalam hal ilmunya, tapi untuk kemampuan memahami data pasien masih harus kami tambah,” kata Doddy.