Analisa Media: “Seberapa Kuat Media Massa Mempengaruhi Kebijakan?”

Hingga saat ini, serikat buruh masih terus menyuarakan penolakan terhadap PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. | Foto: Tim Media FSPMI
Hingga saat ini, serikat buruh masih terus menyuarakan penolakan terhadap PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. | Foto: Tim Media FSPMI

Jakarta, KPonline – “Kata adalah senjata,” begitu sebagian orang mempercayainya. Pertanyaannya kemudian, seberapa besar media memiliki peran penting dalam mempengaruhi kebijakan?

Contoh yang paling jelas adalah mengenai guru honor asal Brebes, yang ditangkap Polda Metro Jaya karena mengirimkan SMS sebagai bentuk kekesalannya atas kebijakan Menteri PANRB Yuddy Chrisnandi. Mashudi, guru asal Brebes itu, ditahan sejak Kamis (3/3/2016). Baru ketika GBI mengadakan siaran pers di LBH Jakarta, Rabu (9/3/2016), hampir seluruh media memberitakannya. Sebelumnya, meskipun ada media yang memberitakan penangkapan itu, tetapi masih datar.

Bacaan Lainnya

Beritasatu.com dalam berita berjudul ‘Presiden Buruh Said Iqbal Tantang Duel Debat Menteri Yuddy Chrisnandi’ dan ‘Said Iqbal Polda Hanya Berani Menangkap Orang-orang Kecil’ mewakili emosi kita. Jika anda searching di google, ada ratusan berita sejenis. Pesan yang disampaikan serikat buruh kuat sekali.

Hanya beberapa jam ketika media ramai memberitakan protes itu, pihak Menpan RB baru angkat bicara. Bahkan ketika saya membuat status di facebook, dengan segera kasus guru honorer ini membentuk viral di media sosial. Hampir 4.000 orang membagikannya. Setelah bertahun-tahun saya menulis status di facebook, status inilah yang paling banyak disebarkan. Biasanya, paling banter sekitar 50-an orang yang menyebarkannya.

Tidak butuh waktu lama Menteri Yuddy akhirnya memaafkan guru honorer yang sudah mengabdi 16 tahun dengan gaji 350 ribu itu. Dia sadar, jika sikap itu tidak segera diambil, justu akan menjadi boomerang bagi dirinya. Itulah kekuatan sosial media. Saya rasa, ini adalah keberhasilan kampanye gerakan buruh dalam pekan ini. Tentu saja, tanpa mengesampingkan dukungan dan peran pihak yang lain.

Contoh lain terkaut dengan kuatnya isu yang diusung buruh adalah mengenai PHK masaal. Saya mencatat, PHK massal adalah isu yang terus-menerus disuarakan KSPI untuk meminta tanggungjawab Negara atas banyaknya perusahaan tutup. Pemerintah awalnya menyanggah. Bahkan dengan gagah mengatakan tidak terjadi PHK. Tetapi belakangan kemudian mengakui, bahwa memang telah terjadi banyak PHK.

Masalahnya, setelah mengakui, apa tindakan nyata dari mereka?

Isu Tapera

Dalam sepekan ini, Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) juga menjadi isu perburuhan yang paling banyak dibicarakan. Sebagai contoh, Redaksi.com menurunkan berita berjudul ‘Merasa Tak Dilibatkan Buruh Tolak Program Tapera’. Berita itu adalah sikap tegas gerakan buruh, ketika Pemerintah hanya menyebut-nyebut Pengusaha dalam diskusi pembuatan aturan turunan dari UU Tapera. Pesan yang hendak disampaikan juga sangat jelas: jangan abaikan kaum buruh dalam pengambilan keputusan!

Sementara itu, Sindonews.com menulis, ‘Buruh Dukung Tabungan Perumahan Rakyat dengan Syarat’. Kita mendukung, tetapi ada syaratnya. Jika mencermati perdebatan Tapera yang akan diberlakukan pada 2018 seperti diberitakan Liputan6.com dalam berita berjudul ‘Iuran Tapera Baru Dipungut pada 2018’, itu artinya, serikat buruh harus lebih aktif memperjuangkan isu ini. Loby dan aksi yang efektif harus disiapkan. Jika tidak, syarat persetujuan atas UU Tapera tidak akan digubris.

Tapera tidak berdiri sendiri. Para pemimpin buruh juga berhasil mengkaitkannya dengan isu upah, seperti diberitakan Inilah.com dalam judul ‘KSPI Setuju Tapera Asalkan Upah Buruh Naik’ dan Neraca.co.id dengan judul ‘Tapera Terlaksana Bila Upah Layak’.

Isu Penguapahan

Dalam kesempatan ini saya hendak mengingatkan, Pemerintah saat ini gencar melakukan sosialisasi terkait aturan turunan dari PP 78/2015. Dan itu dilakukan hampir di seluruh daerah. Sebagi contoh adalah yang diberitakan Kompas.com, dengan judul ‘Wapres: Skema Pengupahan Baru Akan Buat Buruh Lebih Stabil’ dan Tribunnews.com dengan judul ‘Sosialisasi PP Pengupahan di Siantar Telah Biaya Ratusan Juta’.

Padahal sikap kita adalah menolak PP 78/2015. Dalam hal ini, penting untuk disuarakan agar Pemerintah tidak membuat aturan apapun terkait PP 78/2015, sebelum ada kejelasan mengenai rekomendasi Panja Pengupahan maupun putusan Mahkamah Agung.

Pansus Pengupahan Komisi IX DPR RI, Judicial Review di Mahkamah Agung, kasus DMCTI, Ohsung, Sunstar, DX Oil, dan kriminalisasi 26 aktivis, semua itu adalah buntut dari perjuangan menolak PP 78/2015. Ini bukanlah kasus yang berdiri sendiri-sendiri. Dengan kata lain, semua proses politik dan hukum, litigasi dan nonlitigasi, yang sedang dilakukan, harus memiliki benang merah yang tegas.

Meminjam kalimat Presiden KSPI Said Iqbal, ini adalah pertarungan idiologis terhadap pemerintah yang cenderung liberal.

Isu Kriminalisasi

Sayangnya, pemberitaan media mengenai kriminalisasi 26 aktivis belum begitu kuat. Petisi online di change.org hingga pagi ini baru ditandatangani 755 orang. Jauh dari jumlah anggota serikat buruh yang mencapai jutaan itu.

Pesan yang disampaikan terhadap kasus 26 aktivis yang dikriminalisasi belum terlalu kuat. Saya rasa, ini adalah PR bagi gerakan buruh untuk mengajak lebih banyak orang terlihat dalam gerakan bertajuk ‘stop kriminalisasi’. Termasuk juga membangun aliansi dengan mereka yang mengalami nasib serupa.

Berbeda dengan di media massa, di media sosial seperti facebook, kampanye tolak kriminalisasi sudah mulai ramai. Mereka melakukan cara-cara yang kreatif, seperti membuat video singkat berisi dukungan, gambar, dan sebagainya.

Isu BPJS

Mengenai kenaikan iuran BPJS Kesehatan, sikap kaum buruh yang menolak juga sudah kuat. Memang masih harus membutuhkan kerja ekstra agar suara kita bisa didengar dan kenaikan iuran itu dibatalkan. Sebenarnya ada peluang untuk mendesakkan tuntutan agar iuran tidak dinaikkan, apalagi Jokowi pernah mengisyaratkan iuran BPJS tidak naik.

Barangkali, demikianlah analisa singkat yang bisa saya sampaikan. Semoga bisa menjadi bahan pertimbangan bagi para pejuang buruh dalam merumuskan strategi perjuangan.(*)

Pos terkait