Amankan Ivestasi Tidak Harus Bersikap Represif Terhadap Buruh

Jakarta, KPonline – Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) melakukan penandatanganan pedoman tentang koordinasi perlindungan dan keamanan bagi dunia usaha dalam rangka mendukung kegiatan investasi di Indonesia,  Senin (19/9). Pedoman kerja ini merupakan acuan pejabat/pegawai BKPM dan Polri untuk berkoordinasi dalam pelaksanaan tugas masing-masing pihak dalam penyelenggaraan perlindungan dan keamanan dalam kegiatan investasi Indonesia. Maksud pedoman kerja ini adalah untuk menyamakan persepsi dalam melakukan perlindungan dan keamanan bagi dunia usaha.

Disebutkan, bahwa investasi menjadi jalan paling efektif dalam menopang perekonomian negara-negara di tengah perlambatan ekonomi dunia saat ini. Hal ini menjadi faktor negara-negara di dunia semakin kompetitif dalam mengundang investor masuk ke negaranya masing-masing.

Bacaan Lainnya

Persoalan dan tantangannya saat ini adalah bagaimana membuat iklim yang kondusif bagi para investor sehingga nyaman untuk berinvestasi di Indonesia. Khusus untuk masalah jaminan keamanan, yang diharapkan oleh para investor adalah bagaimana mendapatkan jaminan keamanan dalam berinvestasi.

“Mulai dari pemalak yang beneran maupun yang berseragam. Makanya kita harus benar-benar menyamakan persepsi bahwa kita harus ikut mengambil bagian. Kalau tidak, maka investor tidak akan masuk,” ujar Kapolri Jenderal Tito Karnavian dalam acara Investor Forum BKPM dan Polri di Gedung Suhartoyo BKPM, Jakarta Selatan, Senin (19/9/2016).

Kita bertanya, mengapa investor selalu diutamakan? Padahal, disaat yang sama, banyak pelanggaran hukum ketenagakerjaan yang jelas-jelas dilakukan oleh “pengusaha hitam” tidak tersentuh oleh aparat.

Terlebih lagi, penandatanganan ini dilakukan menjelang kenaikan upah minimum tahun 2017. Tentu saja kita curiga, ini adalah semacam cara untuk mengamankan agar upah buruh tetap murah. Apalagi, kebijakan untuk mengamankan investasi itu muncul ditengah seruan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) untuk melakukan aksi serentak secara nasional pada tanggal 29 September 2016 nanti. Apakah ini ada kaitannya?

Jika mencermati berita di detik.com yang berjudul, Amankan Investasi, BKPM Gandeng Polri Atasi Demo Hingga Pemalak Berseragam, kecurigaan kita semakin beralasan. Disebutkan dalam berita itu, masalah-masalah demonstrasi, pemogokan, premanisme menjadi beberapa masalah di antaranya yang selama ini dirasakan para investor. Demostrasi dan pemogokan disebut yang pertama, sebagai permasalahan mendasar para investor. Kita tahu, demo dan mogok identik dengan aksi-aksi yang ditudingkan terhadap buruh.

Maka kita ingin bertanya. Apa yang sesungguhnya akan dilakukan? Mengamankan investasi atau merepresif buruh yang sedang berjuang untuk menuntut kesejahteraan melalui jalan konstitusi? Bukankah demo atau unjuk rasa dijamin oleh UU Kemerdekaan Menyatakan Pendapat Dimuka Umum, sedangkan mogok kerja dijamin oleh UU Ketenagakerjaan. Serikat buruh, sesuai dengan UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh diberi kewenangan untuk  megorganisir pemogokan.

Saya rasa, kita sepakat ada jaminan keamanan untuk investasi. Tetapi kita tidak setuju ketika mereka mendapatkan berbagai kemudahan, tetapi secara bersamaan buruh dan rakyat kecil ditekan.

Dalam hal ini, Presiden KSPI Said Iqbal sering mengatakan, “Kamu boleh kaya, kamu boleh beli mobil mewah, tinggal di rumah yang megah, tapi secara bersamaan kamu nggak boleh memiskinkan kaum buruh.”

Alat ukur untuk miskin atau tidak miskin itu kan pendapatan. Ketika berbicara pendapatan, bagi buruh, itu artinya berbicara tentang upah. Itulah kenapa, kita mempermasalahkan ketika ada selebaran dari BKPN pada penerbangan internasional yang menyebutkan salah satu kelebihan investasi di Indonesia adalah upah murah. Hal-hal seperti inilah yang kita permasalahkan. Kenapa baru mengundang saja — para investor itu belum datang — yang ditawarkan adalah buruh murah dan fleksibel labour market? 

Pemerintah harus adil. Kesejahteraan kaum buruh juga harus diperhatikan. Melindungi investasi bukan berarti menjadikan mereka seperti anak emas, yang diberikan berbagai fasilitas, seperti kemudahan menggunakan outsourcing (Flexible Labour Market), menggunakan jam kerja panjang (Flexible Working Hour), meminta kebijakan upah murah (Low Wages Policy), dan menekankan kontrak kerja individu tanpa hak berserikat (Individual Contract). Lalu ketika kaum buruh menuntut agar hak-haknya juga dilindungi dan diperhatikan, mereka justru direpresif.

Jika kita percaya setiap orang mendapatkan kedudukan yang sama didepan hukum, sebagaimana yang diatur dalam konstitusi, maka seharusnya pengusaha dan kaum buruh diperlakukan sama. Bukan menjadikan satu pihak sebagai anak emas dan pihak yang lain seperti anak tiri. Dalam istilah KSPI, “Ini Indonesia kita, bukan hanya Indonesia kamu.” (*)

Pos terkait