Aksi 7 Oktober, Ini Tuntutan Buruh

Jakarta, KPonline – Setiap tanggal 7 Oktober diperingati sebagai Hari Kerja Layak Internasional (Internasional World Day for Decent Work). Dalam peringatan Hari Kerja Layak Internasional tahun ini, puluhan ribu buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan melakukan aksi serentak di Istana Negara, Jakarta, dan berbagai kota besar lain di seluruh Indonesia.

Dalam aksi ini, buruh Indonesia menyoroti pentingnya darurat PHK. Dimana lebih 50 ribu buruh ter-PHK, seperti yang terjadi di PT Infero, Smelting, Freeport, Woo in, Good Guys, Indosat, XL Axiata, Sevel, Hypermart, Daya Varia, Aventis, Tempo Scan, Taxi Ekspres, dan lain sebagainya,.Selain itu, ada 20 ribu pekerja pintu tol yang berpotensi di PHK akibat otomatisasi.

Bacaan Lainnya

Semua PHK tersebut disebabkan karena adanya penurunan daya beli masyarakat, akibat upah murah dan naiknya harga listrik, Premium terbatas, harga sembako mahal, dan lain sebagainya. Sementara, kenaikan upah relatif kecil.

Dengan demikian, menurunnya daya beli bukan karena isu lawan politik pemerintah. Juga bukan karena adanya shifting off line ke on line, karena penyerapan tenaga kerja di on line hanya ratusan orang saja sedangkan darurat PHK sudah lebih 50 ribu orang dalam kurun 3 bulan ini.
Oleh karena itu, menuru Presiden KSPI Said Iqbal, buruh Indonesia menuntut kenaikan upah tahun 2017 sebesar 50 dollar atau setara dengan Rp 650 ribu. Menurutnya, kampanye kenaikan upah +50 merupakan kampanye pekerja se-Asia Pacific.

“Kenaikan upah sebesar 50 dollar ini dilakukan agar upah pekerja menjadi layak, sehingga daya beli buruh makin meningkat. Ketika daya beli meningkat, dengan sendiri akan tercipta pertumbuhan ekonomi,” kata Said Iqbal. Selain itu, lanjut Said Iqbal, buruh juga menuntut agar PP 78/2015 dicabut.

Ancaman gelombang PHK yang terus terjadi di berbagai sektor, menunjukkan paket kebijakan ekonomi pemerintah gagal.

“Padahal janjinya PP 78/2015 untuk mencegah tidak ada PHK. Tetapi buktinya, gelombang PHK terus terjadi,” kata Said Iqbal.

Dalam kesempatan ini, KSPI juga mengkritisi buruknya jaminan kesehatan. Menurut Said Iqbal, ini akibat dari minimnya anggaran PBI BPJS dan harus di cabut sistem ina CBG’s.

Dalam kaitan dengan itu, KSPI menuntut agar: (a) Wajibkan seluruh klinik dan rumah sakit menjadi provider BPJS Kesehatan, tanpa terkecuali; (b) Tingkatkan anggaran biaya jaminan kesehatan melalui APBN; (c) Pastikan 80 juta penduduk Indonesia yang belum mempunyai program jaminan kesehatan menjadi peserta BPJS Kesehatan yang ditanggung oleh negara bilamana mereka tidak mampu membayar; dan (d) Hapuskan sistem INA CBGs yang menyebabkan antrian pelayanan dan biaya murah sehingga menurunkan kualitas pelayanan klinik dan rumah sakit.

Pos terkait