Sejarah Pergerakan Buruh Indonesia (6) : Soekarno Dan Kaum Buruh

Sejarah gerakan pembebasan nasional di Indonesia tidak bisa dipisahkan dengan sejarah pergerakan buruh. Ketika perjuangan anti-kolonial mulai berbentuk gerakan politik massa, peranan gerakan buruh terbilang sangat besar.

Kehadiran gerakan dan serikat buruh, seperti dicatat oleh Ruth Mc Vey, telah menandai perkembangan menakjubkan dari perkembangan situasi revolusioner di Indonesia.

Bacaan Lainnya

Soekarno, salah satu tokoh paling cemerlang dan terkemuka saat itu, tidak bisa dipisahkan dengan gerakan buruh dan gerakan massa, terutama saat PKI telah dihilangkan oleh penindasan kolonial dalam panggung terbuka perjuangan pembebasan nasional. Soekarno, terutama setelah pidato Indonesia Menggugat yang begitu tajam dan terkenal itu, telah didaulat secara tidak langsung sebagai pemimpinnya gerakan massa. Bahkan, oleh Dr. Sutomo, salah satu tokoh gerakan nasional saat itu, Soekarno diletakkan sebagai motor, kekuatan penggerak dari seluruh barisan yang beraliran kiri.

Akan tetapi, kendati gerakan buruh telah menjadi elemen penting saat itu dan Soekarno juga punya peranan di situ, tetapi nama Soekarno tidak setenar nama seperti Semaun dan Soerjopranoto dalam gerakan buruh. Saat ini, misalnya, kita begitu akrab dengan gagasan Soekarno terkait dengan ide-ide perjuangan nasional, sedangkan soal gagasan perjuangan buruhnya kurang kedengaran.

Soekarno sangat akrab dengan sosok-sosok pemimpin gerakan buruh di Eropa seperti Karl Kautsky, Ferdinand Lassalle, Sidney dan Beatrice Webb di Inggris, dsb. Sebagai seorang Marxist, Soekarno pun sangat akrab dengan berbagai aliran pemikiran sosialis dan komunis, mulai dari Pieter Troelstra di Belanda, Jean Jaures di Perancis, hingga Lenin, Stalin, dan Trotsky di Rusia.
Bukankah Soekarno pernah berkata, “Saya punya pikiran, saya punya mind terbang, meninggalkan alam kemiskinan ini, masuk di dalam “world of the mind”; berjumpa dengan orang-orang besar, dan bicara dengan orang-orang besar, bertukar pikiran dengan orang-orang besar.”

Setidaknya, dari berbagai tokoh tersebut, Soekarno memperoleh ide soal massa-actie dan machtvorming, termasuk dalam membangun gerakan serikat sekerja/serikat buruh. Dalam tulisan berjudul “bolehkan Sarekat sekerja berpolitik?”, Soekarno telah mengeritik habis-habisan tuan S (nama inisial, dalam harian pemandangan) yang menuntut gerakan serikat buruh tidak usah berpolitik. Dalam pandangan Soekarno, perjuangan politik bagi serikat buruh, paling tidak, adalah dimaksudkan untuk mempertahankan dan memperbaiki nasib politik kaum buruh, atau mempertahankan “politieke toestand”. Menurut Bung Karno, Politieke toestand sangat terkait dengan masa depan gerakan buruh, yaitu penciptaan syarat-syarat politik untuk tumbuh-suburnya gerakan buruh.
Lebih jauh lagi, Soekarno juga mengatakan, jika kaum buruh menginginkan kehidupan yang layak, naik upah, mengurangi tempo-kerja, dan menghilangkan ikatan-ikatan yang menindas, maka perjuangan kaum buruh harus bersifat ulet dan habis-habisan. Jika ingin merubah nasib, Soekarno telah berkata, kaum buruh harus menumpuk-numpukkan tenaganya dalam serikat sekerja, menumpuk-numpukkan machtvorming dalam serikat sekerja, dan membangkitkan kekuasaan politik di dalam perjuangan.

“Politik minta-minta satu kali akan berhasil, tetapi sembilan puluh sembilan kali niscaya akan gagal”, demikian dikatakan Soekarno saat mengeritik serikat sekerja yang hanya menuntut perbaikan nasib. Soekarno telah berkata, “politik meminta-minta tidak akan menghapuskan kenyataan antitesa antara modal dan kerja”.

Soekarno juga tidak lupa mengeritik Robert Owen, Louis Blanc, dan Ferdinand Lassalle, yang mana mereka dianggap menganjurkan perdamaian antara modal dan kerja. Karena itu, dalam tulisan Mencapai Indonesia Merdeka, Soekarno sudah menggaris-bawahi pentingnya kaum buruh dan rakyat Indonesia untuk menghancurkan stelsel (sistem) imperialisme dan kapitalisme.
Dalam hal alat politik, seperti juga kaum Leninis, Soekarno menganjurkan pendirian sebuah partai pelopor, sebuah partai yang konsekwen-radikal dan berdisiplin.

Partai ini, seperti dikatakan Soekarno, harus merupakan partai yang kemauannya cocok dengan kemauan marhaen, partai yang segala-galanya cocok dengan nature (alam), partai yang terpikul natuur dan memikul natuur. Sebuah partai yang merubah pergerakan rakyat itu dari onbewust menjadi bewust (sadar), demikian dikatakan Soekarno.

Hanya saja, dalam perjalanan menuju penghancuran stelsel imperialisme dan kapitalisme, Soekarno telah menganjurkan persatuan seluruh kekuatan nasional untuk menggulingkan penjajahan dan mencapai Indonesia merdeka. Sehingga, dalam praktek politik, Soekarno mengharuskan pergerakan buruh mensubordinasikan perjuangan kelas di bawah perjuangan nasional. Lenin pernah berkata, bahwa di negeri jajahan dan setengah jajahan, “secara objektif masih ada tugas-tugas nasional yang bersifat umum, yaitu tugas-tugas yang demokratis, tugas-tugas untuk menumbangkan penjajahan asing.

Baca juga :

Sejarah Pergerakan Buruh Indonesia : Buruh pada Masa Pergerakan Nasional (5)

Sejarah Pergerakan Buruh Indonesia : Serikat Buruh Pertama di Jawa (4)

Sejarah Pergerakan Buruh Indonesia : Terbentuknya Serikat Buruh (3)

Sejarah Pergerakan Buruh Indonesia : Masa Penjajahan (2)

Sejarah Pergerakan Buruh Indonesia : Masa Kerajaan (1)

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *